Sabtu, 27 April 2013

RIVIEW 3 - WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP PERSEROAN TERBATAS YANG PAILIT

1. Sistem Tanggung Jawab atas Tindakan Perusahaan
Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas, organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan /atau anggaran dasar. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik didalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.39 Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada Direksi.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas atau Anggaran Dasar. RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Tempat yang dimaksud terletak di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. RUPS terdiri dari RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku. Dalam RUPS tahunan harus diajukan semua dokumen perseroan. RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.
RUPS diselenggarakan oleh Direksi, RUPS dapat juga dilakukan atas permintaan satu orang pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.40 Permintaan tersebut diajukan kepada Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai balasannya. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan atau Komisaris.
Untuk menyelenggarakan RUPS, Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham. Namun dalam hal-hal tertentu misalnya Direksi berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris. Untuk mengadakan RUPS pemanggilan dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pemegang saham dengan hak suatu yang sah, baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya. Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Komisaris, dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham. Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara kecuali Anggaran Dasar menentukan lain. Saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan itu sendiri tidak mempunyai hak suara. Saham induk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara.
RUPS dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari 1/2 (seperdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali undang-undang atau Anggaran Dasar menentukan lain. Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah, kecuali undang-undang dan atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih besar dari suara terbanyak biasa. Setiap penyelenggaraan RUPS wajib dibuat risalah dan dibubuhi tanda tangan ketua rapat dan paling sedikit satu orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.
Kepengurusan perseroan dilakukan oleh Direksi, perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan hutang, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Direksi. Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang:
a. mampu melaksanakan perbuatan hukum;
b. tidak pernah dinyatakan pailit; atau
c. tidak pernah menjadi anggota Direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau
d. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.(Pasal 79 Undang-Undang Perseroan Terbatas).41
Anggota Direksi diangkat oleh RUPS, untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota Direksi dalam akta pendirian. Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota Direksi diatur dalam Anggaran Dasar tanpa mengurangi hak pemegang saham. Pemberian tugas dan wewenang setiap anggota Direksi, besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan oleh RUPS. Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan (Pasal 98 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Namun dalam keadaan-keadaan tertentu anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila:
1. terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
2. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.
Dalam keadaan semacam ini apabila Anggaran Dasar tidak menetapkan ketentuan mengenai yang berhak mewakili perseroan, maka RUPS mengangkat satu orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili perseroan (Pasal 99 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan (pasal 97 ayat 6 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Direksi wajib membuat dan memelihara Daftar Pemegang saham risalah RUPS, risalah rapat Direksi, dan penyelenggaraan pembukuan perseroan serta menyimpan semuanya di tempat kedudukan perseroan. Berdasarkan permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan Daftar Pemegang Saham, risalah, dan pembukuan. Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain (Pasal 110 ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan hutang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan dengan ketentuan tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik. Keputusan persetujuan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. Pengalihan dan penjaminan kekayaan perseroan diumumkan dalam dua surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak perbuatan hukum itu dilakukan (pasal 102 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Berdasarkan keputusan RUPS, perseroan dapat dinyatakan pailit dan Direksi dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar menetapkan pernyataan kepailitan tersebut. Apabila kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu, Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut (Pasal 104 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Anggota Direksi dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. Keputusan pemberhentian hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh RUPS. Pemberhentian sementara diberitahukan secara tertulis kepada Direksi yang bersangkutan. Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diadakan RUPS untuk memberi kesempatan membela diri. RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara atau memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan. Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari itu tidak diadakan RUPS, maka pemberhentian sementara batal (Pasal 105 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat; menerbitkan surat pengakuan hutang atau Perseroan Terbuka wajib memiliki paling sedikit dua orang Komisaris. Apabila terdapat lebih dari dua orang Komisaris, mereka merupakan sebuah majelis. Komisaris diangkat oleh RUPS, untuk pertama kalinya dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama Komisaris dalam akta pendirian. Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian Komisaris diatur dalam Anggaran Dasar (Pasal 111 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Orang yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah orang perseorangan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. mampu melaksanakan perbuatan hukum;
2. tidak pernah dinyatakan pailit; atau
3. tidak pernah menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah mengakibatkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau
4. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan (Pasal 110 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasehat Kepada Direksi. Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili, paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. Komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya, pada perseroan tersebut dan perseroan lain (Pasal 116 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Apabila Anggaran Dasar mengaturnya, Komisaris dapat diberi wewenang untuk memberi persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Bagi Komisaris yang melakukan tindakan pengurusan itu berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga.. Anggota Komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan sementara oleh RURS. Ketentuan mengenai pemberhentian dan pemberhentian sementara Direksi berlaku pula terhadap Komisaris.
Pemeriksaan perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga serta anggota Direksi atau Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga (Pal 118 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Pemeriksaan dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis serta alasannya ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.
Bilamana suatu perseroan akan dilakukan pembubaran, maka menurut ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas, perseroan bubar karena:
a. keputusan RUPS;
b. jangka waktu berdiri yang ditetapkan dalam Anggarao Dasar telah berakhir;
c. penetapan pengadilan..
Selanjutnya dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan bahwa Direksi dapat mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS. Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan Anggaran Dasar. Perseroan bubar pada saat telah ditetapkan dalam keputusan RUPS, kemudian pembubaran perseroan diikuti dengan likuidasi oleh likuidator.
Apabila perseroan bubar karena jangka waktu berdirinya berakhir, Menteri Kehakiman atas permohonan Direksi dapat memperpanjang jangka waktu tersebut. Permohonan perpanjangan jangka waktu hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tigaperempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui paling sedikit oleh ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. Permohonan perpanjangan dan persetujuan perubahan Anggaran Dasar diajukan kepada Menteri Kehakiman dan HAM paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdiri itu berakhir. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima. Apabila jangka waktu berdiri perseroan itu berakhir dan RUPS memutuskan tidak memperpanjang jangka waktu tersebut, maka proses likuidasi dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Dalam hal perseroan bubar, likuidator dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari wajib:
(a) mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan;
(b) mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Rl;
(c) mengumumkan dalam dua surat kabar harian;
(d) memberitahukan kepada Menteri Kehakiman dan HAM.
Selama pendaftaran dan pengumuman belum dilakukan, maka bubarnya perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Apabila likuidator lalai mendaftarkan perseroan yang bubar itu, maka likuidator secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga (Pasal 104 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Perseroan yang bubar tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi. Tindakan pemberesan tersebut meliputi: (a) pencatatan dan pengumpulan kekayaan perseroan; (b) penentuan tata cara pembagian kekayaan; (c) pembayaran kepada para kreditur; (d) pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; (e) tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
Apabila tidak ditunjuk likuidator, maka Direksi bertindak selaku likuidator. Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggung jawab Direksi berlaku pula bagi likuidator (pasal 122 Undang-Undang Perseroan Terbatas). Apabila likuidator tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, atau dalam hal hutang perseroan melebihi kekayaan perseroan, maka atas permohonan satu orang atau lebih yang berkepentingan, atau atas permohonan kejaksaan42, Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama (Pasal 123 Undang-Undang Perseroan Terbatas ).
Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atas likuidasi yang dilakukan likuidator wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan dan mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara hasil akhir proses likuidasi serta mengumumkannya dalam dua surat kabar harian. Sisa kekayaan hasil likuidasi diperuntukkan bagi pemegang saham (Pasal 147 Undang-Undang Perseroan Terbatas).

2. Tanggung Jawab Direksi Jika Perusahaan Pailit
Pada prinsipnya, tanggung jawab seorang direktur pada perusahaan yang jatuh pailit sama saja seperti tanggung jawabnya pada perseroan terbatas yang berjalan normal. Dalam hal ini, klaim-klaim dari kreditur pada prinsipnya hanya dapat ditujukan terhadap perusahaan yang bersangkutan dalam statusnya sebagai badan hukum. Tanggung jawab hukumnyapun hanya sebatas asset yang dimiliki oleh badan hukum yang bersangkutan.
Dengan demikian, jika suatu perseroan terbatas dinyatakan pailit oleh Pengadilan dan/atau dilikuidasi, maka pada prinsipnya kreditur tidak dapat memintakan direktur atau komisaris ataupun pemegang sahamnya untuk bertanggung jawab secara pribadi. Karenanya, harta-harta pribadi mereka tidak boleh ikut disita atau dilelang.
Prinsip umum terhadap tanggung jawab yang semata-mata dibebankan kepada badan hukum dalam hal perusahaan pailit atau dilikuidasi ini dipegang dengan teguh dalam kasus spektakuler likuidasi Bank Summa di tahun 1992. Dalam kasus ini, tidak satu pemegang sahampun atau direktur atau komisaris yang ikut bertanggung jawab secara hukum. Kalaupun ada pihak pemilik ataupun perusahaan satu group yang akhirnya bertanggung jawab, itu hanya dikarenakan ikatan-ikatan yang bersifat kontraktual, dalam hal ini seperti personal guarantee.
Dalam perkembangan teori dan praktek hukum tentang korporat, penerapan prinsip umum tentang kemandirian tanggung jawab badan hukum ternyata tidak selamanya memuaskan. Karena dalam hal-hal tertentu, penerapan prinsip tersebut akan melanggar sendi-sendi keadilan. Demikian juga aplikasinya ke dalam hukum tentang kepailitan dan likuidasi. Maka mulailah dikembangkan deviasi-deviasi, yang pada akhirnya merupakan pengecualian terhadap teori yang berlaku umum tersebut.
Beberapa pengecualian terhadap prinsip kemandirian tanggung jawab badan hukum dalam hal perusahaan pailit, dapat disebutkan: (1) Jika direktur bertindak di luar batas kekuasaannya yang diberikan oleh anggaran dasar, (2) Jika dilakukan perbuatan melawan hukum (perdata maupun pidana), (3) Jika direktur bersikap sangat tidak layak atau bertentangan dengan prinsip Fiduciary Duty (4) Jika terjadi apa yang disebut ultra vires. Keempat macam pelanggaran tersebut kiranya dapat dicakup dalam rumusan istilah kesalahan atau kelalaian versi Pasal 90 ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Karena itu pula, direktur dapat dimintakan untuk bertanggung jawab secara hukum ketika perusahaan pailit jika dengan perbuatan direktur yang dianggap menyimpang tersebut. Secara langsung atau tidak langsung menyebabkan perusahaan yang bersangkutan jatuh pailit. Hanya saja Undang-Undang Perseroan Terbatas membuat beberapa restriksi terhadap tanggung jawab direktur dalam hal perseroan pailit sebagai berikut:
a. Direktur ikut bertanggung jawab jika perusahaan tersebut dinyatakan pailit. Jadi kalau dibubarkan dan dilikuidasi tanpa prosedur pailit direktur terlepas dari tanggung jawabnya, kecuali dia melakukan kesalahan-kesalahan lain.
b. Harus ada unsur kesalahan atau kelalaian dari direktur tersebut.
c. Tanggung jawab direktur bersifat residual. Maksudnya, dia baru bertanggung jawab secara material setelah seluruh asset perusahaan diambil dan ternyata tidak cukup.
d. Di samping perusahaan, yang ikut ditarik untuk bertanggung jawab adalah hanya direksi. Komisaris dan pemegang saham tidak ikut bertanggung jawab secara hukum, kecuali mereka melakukan kesalahan lain.
e. Tanggung jawabnya secara renteng. Jadi walaupun seorang direktur yang bersalah, tetapi yang lain juga dipresumsi untuk bertanggung jawab.
f. Adanya presumsi bersalah, dengan beban pembuktian terbalik. Maksudnya, jika direksi bersalah, maka seluruh anggota direktur dianggap bersalah, kecuali ada anggota direksi yang dapat membuktikan bahwa sebenarnya dia tidak bersalah. Tidak ditentukan bagaimana membuktikan tidak bersalah. Menurut hemat penulis seorang anggota direksi melakukan voting menentang dalam rapat direksi barangkali belum cukup. Tetapi anggota direksi tersebut harus benar-benar mencegahnya atau berhenti sebagai direktur saat sebelum perbuatan kesalahan tersebut direalisasikan oleh anggota direksi yang lain.
Keabsahan perbuatan hukum Direksi secara ekstern itu ditentukan oleh ada tidaknya pelanggaran terhadap batas kewenangan direksi dalam melakukannya. Batas kewenangan direksi dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum ekstern menjadi sangat krusial dalam menentukan sah tidaknya perbuatan hukum itu. Kewenangan direksi dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum ekstern yang masuk katagori perbuatan menjalankan pekerjaan kepengurusan hanya dibatasi oleh ketentuan Pasal 98 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Artinya, Direksi tidak boleh melanggar kewajiban untuk menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum ekstern itu. Perbuatan-perbuatan hukum ekstern direksi yang dilakukan tidak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab adalah tidak sah.
Ada dua macam perbuatan hukum anggota direksi terhadap pihak ketiga yang masuk katagori perbuatan menjalankan pekerjaan kepengurusan. Pertama, perbuatan hukum ekstern basil keputusan rapat direksi. Kedua, perbuatan hukum ekstern atas dasar inisiatif dari seorang anggota direksi. Perbuatan hukum ekstern hasil keputusan rapat direksi dapat diklasifikasikan ke dalam perbuatan hukum ekstern hasil keputusan rapat direksi yang sah dan perbuatan hukum ekstern hasil keputusan rapat Direksi yang tidak sah. Yang pertama merupakan pelaksanaan keputusan rapat Direksi yang tidak mengandung pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 98 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Artinya. Keputusan itu lahir dari suatu rapat Direksi yang diselenggarakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab semata-mata demi kepentingan dan kegiatan usaha Perseroan Terbatas. Yang terakhir merupakan pelaksanaan keputusan rapat Direksi yang lahir dari suatu proses pengambilan keputusan yang diselenggarakan tidak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Proses pengambilan keputusan seperti itu cenderung menghasilkan keputusan yang merugikan Perseroan Terbatas dan atau pihak ketiga atau keputusan yang memang ditujukan untuk merugikan Perseroan Terbatas dan atau pihak ketiga.
Perbuatan hukum ekstern anggota direksi yang melaksanakan keputusan rapat direksi yang sah adalah sah dan mengikat Perseroan Terbatas dengan pihak ketiga kepada siapa perbuatan hukum itu ditujukan jika perbuatan hukum itu dilakukan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Perbuatan hukum ekstern direksi yang demikian tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada direksi, apalagi setiap anggota Direksi, tanggung jawab atas perbuatan hukum itu ada pada Perseroan Terbatas Perbuatan hukum ekstern Direksi yang melaksanakan keputusan rapat direksi yang sah yang dilaksanakan tidak dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab adalah tidak sah dan tidak mengingat Perseroan Terbatas dengan pihak ketiga kepada siapa perbuatan hukum itu dituju. Anggota direksi yang melakukan perbuatan hukum yang demikian itu harus bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang diderita pihak ketiga. Perseroan Terbatas dan anggota direksi lainnya yang menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab tidak ikut bertanggung jawab.
Perbuatan hukum ekstern anggota direksi yang melaksanakan keputusan rapat direksi yang tidak sah adalah tidak sah dan tidak mengikat Perseroan Terbatas dengan pihak ketiga kepada siapa perbuatan hukum itu ditujukan, sekalipun perbuatan hukum itu dilakukan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Perbuatan hukum ekstern anggota direksi yang demikian menjadi tanggung jawab semua anggota Direksi secara renteng kepada pihak ketiga. Perseroan Terbatas tidak dapat dimintai pertanggung jawaban dalam hal ini.
Perbuatan hukum ekstern atas dasar inisiatif dari seorang anggota Direksi semula hanyalah menjadi tanggung jawab dari anggota direksi yang melakukannya. Perseroan Terbatas dan anggota Direksi lainnya yang tidak memberi persetujuan atas perbuatan hukum itu tidak ikut bertanggung jawab. Akan tetapi, tanggung jawab pribadi dari anggota direksi yang melakukannya itu dapat berubah menjadi tanggung jawab renteng bersama-sama dengan anggota direksi yang memberi persetujuan atas perbuatan hukum itu. Bahkan, jika semua anggota direksi menyetujui dan menganggapnya sebagai perbuatan hukum direksi yang sah, maka perbuatan hukum itu tidak lagi menjadi tanggung jawab pribadi dari anggota yang melakukannya atau tanggung jawab renteng bersama-sama dengan anggota Direksi lainnya yang memberi persetujuan, melainkan berubah menjadi tanggung jawab Perseroan Terbatas. Sedang syarat sah perbuatan-perbuatan hukumi ekstern Direksi yang masuk kategori perbuatan menjalankan pekerjaan kepemilikan atau menjalankan pekerjaan penguasaan ada dua. Pertama, perbuatan hukum itu harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 98 Perseroan Terbatas. Kedua, perbuatan hukum itu harus dilakukan atas dasar keputusan RUPS atau komisaris atau rapat Direksi yang memberi persetujuan kepada direksi untuk melakukan perbuatan hukum itu. Perbuatan-perbuatan hukum ekstern direksi yang dilakukan tidak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab dan atau tanpa dasar keputusan RUPS atau komisaris atau rapat Direksi adalah tidak sah.
Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas disebutkan dengan tegas siapa yang berwenang memberi persetujuan kepada direksi dalam melakukan suatu perbuatan hukum ekstern yang merupakan perbuatan menjalankan pekerjaan kepemilikan atau perbuatan menjalankan pekerjaan penguasaan. Dalam hal direksi akan melakukan perbuatan hukum untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar harta kekayaan Perseroan Terbatas, misalnya, Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan dengan tegas bahwa Direksi harus mendapat persetujuan RUPS terlebih dahulu. Sementara dalam hal perbuatan hukum untuk menjaminkan atau meminjamkan uang atas nama Perseroan Terbatas, Undang-Undang Perseroan Terbatas memberi kebebasan kepada setiap Perseroan Terbatas untuk menentukan sendiri dalam anggaran dasarnya siapa diantara ketiga altenatif pilihan yang akan ditunjuk sebagai yang berwenang memberi persetujuan kepada Direksi jika akan melakukannya.

KESIMPULAN
Berdasarkan seluruh uraian pada bab-bab pembahasan di atas, maka saya dapat tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Perseroan Terbatas sebagai bentuk badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum sebagaimana layaknya manusia yang cakap bertindak di depan hukum. Karenanya setiap perusahaan yang memilih bentuk Perseroan Terbatas harus memenuhi ketentuan persyaratannya, yaitu merupakan organisasi yang teratur, mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dengan kekayaan pengurus, dapat melakukan hubungan hukum sendiri, dan mempunyai tujuan sendiri; Sedangkan kepailitan perseroan berdasarkan Undang-undang Kepailitan membawa setiap anggota direksi ke arah pertanggungjawaban renteng sebagaimana disebutkan dalam Pasal 90 ayat (2) Undang-undang Perseroan Terbatas.
b. Adapun tentang tanggung jawab direksi dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Standar Model Anggaran Dasar Perseroan Terbatas ternyata mengatur tentang kewenangan dan batas kewenangan setiap anggota Direksi dalam melakukan perbuatan hukum ekstern yang merupakan unsur pokok the ultra vires rule.
Setiap anggota Direksi dapat diminta pertanggung jawaban secara pribadi jika dalam melakukan perbuatan hukum ekstern melanggar batas kewenangannya diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar Perseroan Terbatas.

SARAN
a. Sudah waktunya pemerintah mengefektifkan ketentuan larangan melakukan bisnis, termasuk juga mendirikan dan menjadi pengurus dari Perseroan Terbatas bagi Pegawai Negeri. Hal ini dikarenakan, praktik bisnis selalu memerlukan kebijakan pemerintah yang mana ini akan mempengaruhi proses pendirian dan praktik bisnis Perseroan Terbatas yang dimiliki oleh pejabat di lingkungan Pegawai Negeri;
b. Sangat sulit untuk menentukan bahwa Direksi tersebut tidak bersalah, terlebih lagi jika dalam perkara pidananya diterapkan pembuktian terbalik. Mengingat rujukan hukum pidana formal kita masih KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang notabene tetap Penuntut Umum yang harus membuktikan kesalahan terdakwa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar