Sabtu, 27 April 2013

REVIEW 2 - WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

PERSEROAN TERBATAS YANG PAILIT SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN

1. Hakikat Kepailitan
Dalam tata bahasa Indonesia, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Dalam Undang-undang kepailitan tidak akan menemui satu rumusan atau ketentuan yang menjelaskan pengertian maupun definisi kepailitan atau paili.
Dalam Black’s Law Dictionary palit atau “Bankrupt adalah the state or condition of a person (individual, parnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due. The term includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt.”18
Dari pengertian ang diberikan dalam Blak’s Law Dictionary tersebut, dapat diihat bahwa pengertian pailit dihubungankan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang (debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitor), suatu permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan. Maksud pengajuan permohonan kepailitan tersebut adalah sebagai suatu bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar dari seorang debitor.Tanpa adanya permohonan tersebut ke Pengadilan, maka pihak ketiga yang berkepentingan tidak ernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari debitor. Keadaan ini kemudian diperkuat dengan suatu putusan pernyataan pailit oleh hakim pengadilan, baik putusan yang mengabulkan ataupun menolak permohonan kepailitan yang diajukan.
Dalam rumusan yang diberikan Pasal 1 Undang-undang Kepailitan, dapat diketahui bahwa pailit merupakan suatu putusan pengadilan. Ini berarti bahwa sebelum adanya suatu putusan pernyataan pailit oleh pengadilan, seorang debitor tidak dapat dinyatakan berada dalam keadaan pailit. Dengan adanya pengumuman putusan pernyataan pailit tersebut, maka berlakulah ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Pedata jo. Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atas seluruh harta kekayaan debitor pailit, yang berlaku umum bagi semua kreditor konkuren dalam kepailitan, tanpa terkecuali, untuk memperoleh pembayaran atas seluruh piutang konkuren mereka.
Persyaratan permohonan pernyataan pailit dapat dikabulkan jika persyaratan kepailitan telah terpenuhi antara lain :
1. debitor tersebut mempunyai dua atau lebih kreditor; dan
2. debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.19

2. Ketentuan Tentang Perusahaan Pailit
Badan hukum merupakan pendukung kewajiban dan hak, sama seperti manusia pribadi. Sebagai pendukung kewajiban dan hak, dia dapat mengadakan hubungan bisnis dengan pihak lain. Untuk itu dia memiliki kekayaan sendiri, yang terpisah dari kekayaan pengurus atau pendirinya. Segala kewajiban hukumnya dipenuhi dan kekayaan yang dimilikinya itu. Apabila kekayaannya tidak mencukupi untuk menutupi kewajibannya, itupun tidak akan dapat dipenuhi dari kekayaan pengurus atau pendirinya.
Guna menghindarkannya dari kebangkrutan atau likuidasi, kendatipun mendapat pinjaman dana dari pengurus atau pendirinya, atau jika Badan Usaha Milik Negara mendapat suntikan dana dari negara, pinjaman atau suntikan dana itu tetap dihitung sebagai hutang badan hukum itu.
Dalam Anggaran Dasar biasanya ditentukan jumlah dan rupa kekayaan badan hukum. Yang dapat digolongkan kekayaan itu dapat berupa sejumlah modal, barang bergerak dan tidak bergerak, dan tagihan kepada pihak ketiga milik badan hukum. Kekayaan badan hukum ini terpisah dari kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya dan ini ditentukan secara tegas dalam Anggaran Dasar dan dicatat dalam pembukuan perusahaan.
Dalam hubungan bisnis dengan pihak ketiga, badan hukum itu bertindak sendiri untuk kepentingannya sendiri yang diwakili oleh pengurusnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar. Apabila mendapat keuntungan maka keuntungan itu menjadi kekayaan milik badan hukum itu. Sebaliknya, apabila menderita kerugian, maka kerugian itu ditanggung sendiri oleh badan hukum dari kekayaan yang dimilikinya.
Dalam pada itu, Anggaran Dasar badan hukum harus mendapat pengesahan secara resmi dari Menteri. Untuk Perseroan Terbatas, Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (pasal 7 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40
19 Pasal 1 ayat (1) UUK. Ketentuan ini berbeda dari pengertian yang diberikan dalam Blak’s Law Dictionary, yang mewajibkan adanya suatu ketidakmampuan membayar debitor, UUK tidak mensyaratkan adanya ketidakmampuan membayar tersebut, melainkan cukup jika debitor tidak membayar utangnya yang telah jatuh tempo, maka ia dapat dinyatakan pailit oleh Pengadilan atas permohonan kreditor.
Tahun 2007). Bagi badan hukum Koperasi Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Koperasi (Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992). Bagi badan hukum perusahaan umum (Perum) Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Keuangan (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960), dan bagi badan hukum perusahaan Perseroan (Persero) Anggaran Dasarnya juga disahkan oleh Menteri Keuangan (Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1969) yang mewakili negara sebagai pemilik modal.
Pengesahan oleh Menteri merupakan pembenaran bahwa Anggaran Dasar badan hukum yang bersangkutan tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Di samping itu pengesahan juga menentukan bahwa, sejak tanggal pengesahan, itu diberikan, maka sejak itu pula badan usaha yang bersangkutan memperoleh status badan hukum dan dengan demikian memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya.
Badan hukum merupakan subyek hukum buatan manusia berdasarkan hukum yang berlaku. Agar dapat berbuat menurut hukum, maka badan hukum diurus oleh pengurus yang ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya, sebagai pihak yang berwenang mewakili badan hukum. Artinya perbuatan pengurus adalah perbuatan badan hukum. Perbuatan pengurus tersebut selalu mengatas namakan badan hukum, bukan atas nama pribadi pengurus. Segala kewajiban yang timbul dari perbuatan pengurus adalah kewajiban badan hukum, yang dibebankan kepada harta kekayaan badan hukum. Sebaliknya pula, segala hak yang diperoleh dari perbuatan pengurus adalah hak badan hukum yang menjadi kekayaan badan hukum.
Perusahaan badan hukum merupakan subjek hukum yang diurus atau dikelola oleh pengurus yang disebut Direksi. Direksi ini dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang. Jika terdiri dari beberapa orang, satu diantaranya bertindak sebagai Direktur Utama perusahaan badan hukum yang membawahi Direktur-Direktur. Struktur tugas dan wewenang serta tanggung jawab Direksi selaku pengelola yang mewakili perusahaan badan hukum diatur dalam Anggaran Dasar.
Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam KUHD yang sudah berumur lebih dari
seratus tahun. Selama perjalanan waktu tersebut telah banyak terjadi perkembangan ekonomi dan dunia usaha baik nasional maupun internasional. Hal mengakibatkan KUHD tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan. Di samping itu, di luar-KUHD masih terdapat pula pengaturan badan hukum semacam Perseroan Terbatas bagi golongan Bumi Putera, sehingga timbul dualisme pengaturan badan hukum perseroan yang berlaku bagi warganegara Indonesia.

3. Akibat Hukum Kepailitan Bagi Perusahaan
Adapun akibat-akibat yuridis dari putusan pailit terhadap harta kekayaan debitor maupun terhadap debitor adalah sebagai berikut, antara lain :
a. Putusan pailit dapat dijalankan lebih dahulu (serta merta)
Pada asasnya putusan kepailitan adalah serta merta dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut masih dilakukan suatu upaya hukum lebih lanjut. Akibat-akibat putusan pailitpun mutatis mutandis berlaku walaupun sedang ditempuh upaya hukum lebih lanjut.Kurator yang didampingi oleh hakim pengawas dapat langsung menjalankan fungsinya untuk melakukan pengurusan dan pemberesan pailit. Sedangkan apabila putusan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya upaya hukum tersebut, segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan maka tetap sah dan mengikat bagi debitor.20
b. Sitaan Umum (Public Attachment, Gerechtelijk Beslag)
Harta kekayaan debitor yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum (public attachment, gerechtelijk beslag) beserta apa yang diperoleh selama kepailitan. Hal ini sebagaimana didefinisikan dalam undang-undang mengenai arti kepailitan ini. Dalam pasal 21 UUK dikatakan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
Hakikat dari sitaan umum terhadap harta kekayaan debitor adalah bahwa maksud adanya kepailitan adalah untuk menghentikan aksi terhadap perebutan harta pailit oleh para kreditornya serta untuk menghentikan lalu lintas transaksi terhadap harta pailit oleh debitor yang kemungkinan akan merugikan para kreditornya. Dengan adanya sitaan umum tersebut, maka harta pailit dalam status dihentikan dan segala macam transaksi dan perbuatan hukum lainnya sampai harta pailit tersebut diurus oleh kurator.21
Sitaan umum terhadap harta pailit ini tidak memerlukan suatu tindakan khusus untuk melakukan sita tersebut, berbeda dengan sitaan lain dalam hukum perdata yang secara khusus dilakukan dengan suatu tindakan hukum tertentu. Dengan demikian sitaan umum terhadap harta pailit adalah terjadi demi hukum.
c. Kehilangan Wewenang Dalam Harta Kekayaan
Debitor pailit demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus (daden van behooren) dan melakukan perbuatan kepemilikan (daden van beschikking) terhadap harta kekayaannya yang termasuk dalam harta kekayaannya dan tidak terhadap status diri pribadinya. Debitor yang dalam status pailit hilang hak-hak keperdataan lainnya serta hak-hak lain selaku warga negara seperti hak politik dan hak privat lainnya.
Rasio logis ketentuan bahwa kepailitan hanya bersangku paut dengan harta kekayaan debitor saja adalah bahwa maksud adanya kepailitan adalah untuk melakukan distribusi harta kekayaan dari debitor untuk membayar utang-utang debitor kepada para kreditonya. Dengan demikian kepailitan hanya bermakna terhadap persoalan harta kekayaan saja. Debitor pailit sama sekali idak terpengaruh terhadap hal-hal lain yang tidak bersangkutan dengan harta kekayaan. Ia masih cakap (bekwaam) untuk melangsungkan perkawinan, ia pula masih cakap untuk melaksanakan hak-haknya sebagai warga negara di bidang hukum publik seperti menjadi pejabat publik, dan lain sebagainya.
Dengan demikian apabila ada pihak yang mengaitkan antara kepailitan dengan hal-hal di luar harta kekayaan debitor pailit adalah tidak tepat. Kepailitan adalah bukan suatu vonis krminal serta bukan suatu vonis yang menjadikan debitor pailit tidak cakap (bekwaam) dan tidak wenang(bevogdh) terhadap segala-galanya.22
Kepailitan mengakibatkan debitor yang dinyatakan pailt kehilangan segala hak perdata untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 22 Undang-undang Kepailitan terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan.
Sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 22 Undang-undang Kepailitan, maka semua perikatan antara debitor yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-peikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.23 Selanjutnya, gugatan-gugatan yang diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit, selama dalam kepailitan, yang secara langsung diajukan kepada debitor pailit, hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan. 24 Dalam hal pencocokan tidak disetujui, maka pihak yang tidak menyetujui pencocokan tersebut demi hukum mengambil alih kedudukan debitor pailit dalam gugatan yang sedang berlangsung tersebut. 25 Meskipun gugatan tersebut hanya memberikan akibat hukum dalam bentuk pencocokan, namun hal itu sudah cukup untuk dapat dijadikan sebagai salah satu bukti yang dapat mencegah berlakunya daluwarsa atas hak dalam gugatan tersebut.26

4. Akibat Kepailitan Terhadap Perikatan-perikatan yang Telah Dibuat oleh Debitor Sebelum Pernyataan Pailit Diucapkan
a. Perikatan Sepihak dan Perikatan Timbal Balik.
Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata membagi perikatan ke dalam tiga jenis yaitu :
1) perikatan yang melahirkan kewajiban untuk memberikan sesuatu;
2) perikatan yang melahirkan keajiban untuk berbuat sesuatu; dan
3) perikatan yang melahirkan kewajiban untuk tidak. Untuk tidak berbuat sesuatu.
Perikatan-perikatan tersebut dapat lahir dari perjanjian atau karena undang-undang. Terhadap perjanjian yang melahirkan perikatan, berdasarkan pada pihak yang menerima prestasi yang dilakukan, dapat digolongkan ke alam perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.27 Suatu perjanjian dapat dikatan sepihak jika perjanjian tersebut hanya melahirkan kewajiban atau prestasi pada salah satu pihak dalam perjanjian tersebut tanpa melahirkan kewajiban atau kontra prestasi dari pihak lainnya. Sedangkan suatu perjanjian disebut dengan perjanjian timbal balik jika perjanjian tersebut menerbitkan kewajiban bagi para pihak dalam perjanjian untuk melaksanakan suatu restasi satu terhadap yang lainnya secara bertimbal balik.
Selanjutnya berdasarkan pada objek dari prestasi yang wajib dipenuhi, secara umum prestasi tersebut dapat dibedakan kedalam dua jenis yaitu :
1) prestasi ang hanya dapat dilaksanakan oleh debitor sendir;
2) prestasi yang dapat dilaksanakan oleh pihak manapun juga dalam kapasitasnya sebagai wakil atau kuasa dari debitor. 28 Apabila dihubungankan dengan pembagian perikatan menurut Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, prestasi yang bersifat unik seperti disebutkan dalam angka 1 tersebut di atas meskipun tidak seluruhnya demikian, pada umumnya merupakan suatu prestasi untuk berbuat sesuatu. 29 Terhadap prestasi yang unik ini, putusan pernyataan pailit mengakibatkan hapusnya perikatan terhadademi hukum. Pihak kreditor demi hukum pula menduduki posisi yang sama sebagai kreditor konkuren terhadap harta pailit. Dalam hal yang demikian, kurator tidak memeiliki kewenangan untuk mengambil alih maupun untuk melakukan suatu perbuatan yang baik secara implisit, apalagi eksplisit, menyatakan kehendaknya untuk tetap atau tidak melanjutkan perjanjian tersebut. 30 Khusus bagi prestasi yang dapat diwakilkan atau dikuasakan pelaksanaannya, maka jika pada saat putusan pernyataan paili ditetapkan terdapat perjanjian timbal balik yang barus sebagian dipenuhi atau bahkan belum dilaksanakan sama sekali, maka pihak dengan siapa debitor pailit telah mengadakan perjanjian dapat meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian mengenai kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam suatu jangka waktu tertentu. 31 Pihak lawan berhak meminta kepada Hakim Pengawas untuk menetapkan jangka waktu tersebut, dalam hal kurator tidak memberikan keputusan atau persetujuan mengenai usulan jangka waktu yang telah diajukan. 32 Jika dalam jangka waktu tersebut diatas, baik yang disepakati maupun yang ditetapkan oleh hakim pengawas; kurator tidak memberikan jawaban atau kurator secara tegas menyatakan tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian tersebut secara hukum dinyatakan berakhir dan pihak lawan dalam perjanjian
27 Dalam Kitab Undang-undang Hkum Perdata dipakai istilah “Cuma-Cuma” untuk perjanjian sepihak dan “dengan beban” untuk perjanjian timbal balik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1314 ayat (1) KUHPerdata. demi hukum menjad kurator konkuren atas harta pailit.33 Sebaliknya jika kurator ternyata menyatakan kesanggupannya untuk melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka pihak lawan dalam perjanjian diberikan hak untuk meminta kepada kurator untuk memberikan jaminan atas keasanggupannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut.34
b. Pembatalan dan Batal Demi Hukum
Terhadap perikatan-perikatan yang sedang berlangsung, dimana terdapat satu atau lebih kewajiban yang belum dilaksanakan oleh debitor pailit, sedang putusan penyataan pailit telah diucapkan, maka demi hukum perikatan tersebut berakhir, kecuali jika pertimbangan kurator masih dapat dipenuhi dari harta pailit. Selanjutnya para kreditor tersebut secara bersama-sama menjadi kreditor konkuren atas harta pailit. Selain hal tersebut diatas, Undang-Undang Kepailitan juga memberikan hak kepada pihak kreditor dan/atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan untuk memintakan permohnan pembatalan atas perbuatan-perbuatan hukum debitor pailit yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, yang bersifat merugikan, baik harta pailit secara keseluruhan maupun terhadap kreditor konkuren tertentu. Hal yang penting untuk ditekankan disini adalah bahwa perjanjian atau perbuatan hukum tersebut bersifat dapat dibatalkan dan bukan batal demi hukum. Hal ini harus kita kembalikan kepada prinsip dasar dari sahnya suatu pejanjian, sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata jo. Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Ini berarti perjanjian dan atau perbuatan hukum yang dapat dibatalkan adalah perjanjian yang tidak memenuhi syarat kecakapan dan atau ketiadaan kesepakatan, serta perjanjian yang tidak diwajibkan yang dibuat tidak dengan itikad baik yang merugikan kepentingan kreditor.
Prinsip Undang-undang Kpailitan memberikan hak secara adil, baik kepada kurator maupun kreditor untuk membatalkan perjanjian dan atau perbuatan hukum debitor pailit ang dilakukan sebelum pernyataan pailit diputuskan, namun belum sepenuhnya diselesaikan pada saat pernyataan pailit dikeluarkan. Selain itu dalam hal-hal tertentu baik kurator maupun tiap-tiap kreditor yang berkepentingan berhak meminta pembatalan atas suatu perbuatan hukum yang telah selesai dilakukan sebelum pernyataan pailit diucapkan. Ketentuan tersebut sangat berarti dalam melindungi kepentingan kreditor secara keseluruhan dan terutama untuk menghindari akal-akalan debitor yang nakal dengan pihak-pihak tertentu yang bertujuan untuk merugikan kepentingan dari satu atau lebih kreditor yang beritika baik, maupun kepentingan harta pailit secara keseluruhan.Untuk dapat membatalkan suatu perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh debitor pailit dengan pihak ketiga sebelum penyataan pailit diucapkan yang merugikan
33 Pasal 36 ayat (4) UUK.
34 Pasal 36 ayat (4) UUK.
35 Hak Actio paulina tersebut diberikan secara khusu dalam Pasal 41 UUK secara berbeda, yang berarti merupakan lex specialis dari ketentuan umum yang diatur dalam Pasal 1341 KUH Perdata.
harta pailit, Undang-Undang Kepailitan mensyaratkan bahwa pembatalan terhadap perbuatan hukum tersebut hanya dimungkinkan jika dapat dibuktikan pada saat perbuatan hukum (yang merugikan) tersebut dilakukan debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi reditor,36 kecuali perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan hukum yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan /atau Undang-undang.37 Ini berarti bahwa hanya perbuatan hukum yang tidak wajib atau yang secara finansial merugikan kepentingan keuangan debitor yang dinyatakan pailit yang dapat dibatalkan. Selanjutnya untuk menciptakan juga kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan tidak hanya debitor, melainkan juga pihak penerima kebendaan yang diberikan oleh debitor, Undang-undang Kepailitan menegaskan bahwa selama perbuatan hukum yang merugikan para kreditor tersebut dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan dan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitor atau yang secara finasial merugikan kepentingan keuangan debitor yang dinyatakan pailit, maka kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor.38
Dengan demikian berarti menjadi tugas pihak ketiga dan debitor pailit tersebut untuk membuktikan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan olehnya tersebut dengan debitor pailit (sebelum ia dinyatakan pailit) merupakan perbuatan hukum yang wajib dilakukan oleh debitor pailit (sebelum dinyatakan pailit) dan bahwa perbuatan hukum tersebut secara finasial tidak merugikan harta pailit (kreditor).

5. Perusahaan Sebagai Badan Hukum
Istilah "perseroan" menunjuk kepada cara menentukan modal, yaitu terbagi dalam saham, dan istilah terbatas menunjuk kepada batas tanggungjawab pemegang saham, yaitu sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki. Perseroan Terbatas adalah perusahaan persekutuan badan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 butir(1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, yaitu bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai badan hukum, bilamana perusahaan tersebut telah memenuhi unsur-unsur badan hukum yaitu bahwa sebagai badan hukum, perseroan harus memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, yakni:
(a) Organisasi yang teratur, yaitu bahwa perseroan mempunyai organ yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris (Pasal 1 butir (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas). Keteraturan organisasi dapat diketahui melalui ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, keputusan RUPS.
(b) Mempunyai kekayaan sendiri, yaitu bahwa Perseroan memiliki kekayaan sendiri berupa modal dasar Perseroan yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham (Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007) dan kekayaan dalam bentuk lainnya berupa benda bergerak dan tidak bergerak benda berwujud dan tidak berwujud, misalnya kendaraan bermotor, gedung perkantoran, barang inventaris, surat berharga, piutang perseroan.
(c) Dapat melakukan hubungan hukum sendiri, artinya perusahaan sebagai badan hukum, perusahaan melakukan hubungan hukum sendiri dengan pihak ketiga yang diwakili oleh Direksi. Menurut ketentuan Pasal 92 (ayat 1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 bahwa Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, yakni Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(d) Mempunyai tujuan sendiri, yaitu bahwa sebagai badan hukum yang melakukan kegiatan usaha, perseroan mempunyai tujuan sendiri. Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007). Karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perseroan adalah mencari keuntungan dan atau laba.
Berdasarkan pada definisi Perseroan Terbatas yang telah dikemukakan di atas, maka sebagai perusahaan badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur: berbadan hukum, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha, mempunyai modal dasar, dan memenuhi persyaratan undang-undang.
Setiap perseroan adalah badan hukum, artinya badan yang memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung kewajiban dan hak yang telah diuraikan sebelumnya, antara lain mempunyai harta kekayaan sendiri terpisah dari harta kekayaan peribadi atau pengurusnya. Dalam KUHD tidak satu pasalpun yang menyatakan perseroan sebagai badan hukum. Tetapi dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 butir (1) bahwa perseroan adalah badan hukum.
Setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, artinya harus ada sekurang-kurangnya dua orang yang bersepakat mendirikan perseroan, yang dibuktikan secara tertulis yang tersusun dalam bentuk Anggaran Dasar, kemudian dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di muka notaris. Setiap pendiri wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Ketentuan ini adalah asas dalam pendirian perseroan.
Setiap perseroan melakukan kegiatan usaha, yaitu kegiatan dalam bidang perekonomian (industri, dagang, jasa) yang bertujuan mendapat keuntungan dan atau laba. Melakukan kegiatan usaha artinya menjalankan perusahaan. Supaya kegiatan usaha itu sah harus mendapat izin usaha dari pihak yang berwenang dan didaftarkan dalam daftar perusahaan menurut undang-undang yang berlaku.
Di samping itu, setiap perseroan harus mempunyai modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Modal dasar disebut juga modal statuter dalam bahasa Inggris disebut authorized capital. Modal dasar merupakan harta kekayaan perseroan sebagai badan hukum, yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pendiri, organ perseroan, pemegang saham. Menurut ketentuan Pasal 32 (ayat 1) Undang-Undang Perseroan Terbatas, modal dasar Perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000 {lima puluh juta rupiah).
Sebagai ketentuan terakhir dari unsur badan hukum adalah bahwa setiap perseroan harus memenuhi persyaratan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya. Unsur ini menunjukkan bahwa perseroan menganut sistem tertutup (closed system), Sedangkan untuk mendirikan suatu perseroan perlu dipenuhi syarat-syarat dan prosedur yang telah ditentukan oleh undang-undang perseroan, Syarat-syarat dan prosedur tersebut seperti bahwa perusahaan itu didirikan oleh dua orang atau lebih, didirikan dengan suatu akta otentik, dan mempunyai modal perseroan sendiri yang terpisah dari modal pengurusnya.
Langkah pertama pendirian perseroan adalah pembuatan akta pendirian di muka notaris. Akta pendirian tersebut merupakan perjanjian yang dibuat secara otentik yang memuat Anggaran Dasar perseroan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas (Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Langkah kedua adalah permohonan pengesahan, yaitu akta pendirian perseroan yang dibuat di muka notaris dimohonkan secara tertulis pengesahannya oleh Menteri Kehakiman. Pengesahan tersebut penting karena status badan hukum perseroan diperoleh setelah akta pendirian disahkan oleh Menteri Kehakiman (Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Langkah ketiga adalah pendaftaran perseroan, yaitu Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan akta Pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman dan HAM. Pendaftaran wajib dilakukan dalam waktu paling 1ambat 60 (tiga puluh) hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan (pasal 21 Undang-Undang Perseroan Terbatas). Yang dimaksud dengan Daftar Perusahaan adalah Daftar Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang wajib daftar perusahaan yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982.
Langkah terakhir adalah pengumuman dalam Tambahan, Berita Negara. menurut ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Perseroan Terbatas, perseroan yang telah didaftar diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. Permohonan pengumuman perseroan dilakukan oleh Direksi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran, sesuai dengan tata cara yang telah diatur oleh undang-undang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar