Sabtu, 27 April 2013

RIVIEW 3 - WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP PERSEROAN TERBATAS YANG PAILIT

1. Sistem Tanggung Jawab atas Tindakan Perusahaan
Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas, organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan /atau anggaran dasar. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik didalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.39 Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada Direksi.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas atau Anggaran Dasar. RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Tempat yang dimaksud terletak di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. RUPS terdiri dari RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku. Dalam RUPS tahunan harus diajukan semua dokumen perseroan. RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.
RUPS diselenggarakan oleh Direksi, RUPS dapat juga dilakukan atas permintaan satu orang pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.40 Permintaan tersebut diajukan kepada Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai balasannya. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan atau Komisaris.
Untuk menyelenggarakan RUPS, Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham. Namun dalam hal-hal tertentu misalnya Direksi berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris. Untuk mengadakan RUPS pemanggilan dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pemegang saham dengan hak suatu yang sah, baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya. Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Komisaris, dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham. Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara kecuali Anggaran Dasar menentukan lain. Saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan itu sendiri tidak mempunyai hak suara. Saham induk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara.
RUPS dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari 1/2 (seperdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali undang-undang atau Anggaran Dasar menentukan lain. Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah, kecuali undang-undang dan atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih besar dari suara terbanyak biasa. Setiap penyelenggaraan RUPS wajib dibuat risalah dan dibubuhi tanda tangan ketua rapat dan paling sedikit satu orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.
Kepengurusan perseroan dilakukan oleh Direksi, perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan hutang, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Direksi. Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang:
a. mampu melaksanakan perbuatan hukum;
b. tidak pernah dinyatakan pailit; atau
c. tidak pernah menjadi anggota Direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau
d. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.(Pasal 79 Undang-Undang Perseroan Terbatas).41
Anggota Direksi diangkat oleh RUPS, untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota Direksi dalam akta pendirian. Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota Direksi diatur dalam Anggaran Dasar tanpa mengurangi hak pemegang saham. Pemberian tugas dan wewenang setiap anggota Direksi, besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan oleh RUPS. Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan (Pasal 98 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Namun dalam keadaan-keadaan tertentu anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila:
1. terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
2. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.
Dalam keadaan semacam ini apabila Anggaran Dasar tidak menetapkan ketentuan mengenai yang berhak mewakili perseroan, maka RUPS mengangkat satu orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili perseroan (Pasal 99 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan (pasal 97 ayat 6 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Direksi wajib membuat dan memelihara Daftar Pemegang saham risalah RUPS, risalah rapat Direksi, dan penyelenggaraan pembukuan perseroan serta menyimpan semuanya di tempat kedudukan perseroan. Berdasarkan permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan Daftar Pemegang Saham, risalah, dan pembukuan. Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain (Pasal 110 ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan hutang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan dengan ketentuan tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik. Keputusan persetujuan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. Pengalihan dan penjaminan kekayaan perseroan diumumkan dalam dua surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak perbuatan hukum itu dilakukan (pasal 102 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Berdasarkan keputusan RUPS, perseroan dapat dinyatakan pailit dan Direksi dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar menetapkan pernyataan kepailitan tersebut. Apabila kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu, Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut (Pasal 104 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Anggota Direksi dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. Keputusan pemberhentian hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh RUPS. Pemberhentian sementara diberitahukan secara tertulis kepada Direksi yang bersangkutan. Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diadakan RUPS untuk memberi kesempatan membela diri. RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara atau memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan. Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari itu tidak diadakan RUPS, maka pemberhentian sementara batal (Pasal 105 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat; menerbitkan surat pengakuan hutang atau Perseroan Terbuka wajib memiliki paling sedikit dua orang Komisaris. Apabila terdapat lebih dari dua orang Komisaris, mereka merupakan sebuah majelis. Komisaris diangkat oleh RUPS, untuk pertama kalinya dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama Komisaris dalam akta pendirian. Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian Komisaris diatur dalam Anggaran Dasar (Pasal 111 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Orang yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah orang perseorangan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. mampu melaksanakan perbuatan hukum;
2. tidak pernah dinyatakan pailit; atau
3. tidak pernah menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah mengakibatkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau
4. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan (Pasal 110 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasehat Kepada Direksi. Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili, paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. Komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya, pada perseroan tersebut dan perseroan lain (Pasal 116 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Apabila Anggaran Dasar mengaturnya, Komisaris dapat diberi wewenang untuk memberi persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Bagi Komisaris yang melakukan tindakan pengurusan itu berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga.. Anggota Komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan sementara oleh RURS. Ketentuan mengenai pemberhentian dan pemberhentian sementara Direksi berlaku pula terhadap Komisaris.
Pemeriksaan perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga serta anggota Direksi atau Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga (Pal 118 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Pemeriksaan dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis serta alasannya ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.
Bilamana suatu perseroan akan dilakukan pembubaran, maka menurut ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas, perseroan bubar karena:
a. keputusan RUPS;
b. jangka waktu berdiri yang ditetapkan dalam Anggarao Dasar telah berakhir;
c. penetapan pengadilan..
Selanjutnya dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan bahwa Direksi dapat mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS. Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan Anggaran Dasar. Perseroan bubar pada saat telah ditetapkan dalam keputusan RUPS, kemudian pembubaran perseroan diikuti dengan likuidasi oleh likuidator.
Apabila perseroan bubar karena jangka waktu berdirinya berakhir, Menteri Kehakiman atas permohonan Direksi dapat memperpanjang jangka waktu tersebut. Permohonan perpanjangan jangka waktu hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tigaperempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui paling sedikit oleh ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. Permohonan perpanjangan dan persetujuan perubahan Anggaran Dasar diajukan kepada Menteri Kehakiman dan HAM paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdiri itu berakhir. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima. Apabila jangka waktu berdiri perseroan itu berakhir dan RUPS memutuskan tidak memperpanjang jangka waktu tersebut, maka proses likuidasi dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Dalam hal perseroan bubar, likuidator dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari wajib:
(a) mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan;
(b) mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Rl;
(c) mengumumkan dalam dua surat kabar harian;
(d) memberitahukan kepada Menteri Kehakiman dan HAM.
Selama pendaftaran dan pengumuman belum dilakukan, maka bubarnya perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Apabila likuidator lalai mendaftarkan perseroan yang bubar itu, maka likuidator secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga (Pasal 104 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Perseroan yang bubar tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi. Tindakan pemberesan tersebut meliputi: (a) pencatatan dan pengumpulan kekayaan perseroan; (b) penentuan tata cara pembagian kekayaan; (c) pembayaran kepada para kreditur; (d) pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; (e) tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
Apabila tidak ditunjuk likuidator, maka Direksi bertindak selaku likuidator. Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggung jawab Direksi berlaku pula bagi likuidator (pasal 122 Undang-Undang Perseroan Terbatas). Apabila likuidator tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, atau dalam hal hutang perseroan melebihi kekayaan perseroan, maka atas permohonan satu orang atau lebih yang berkepentingan, atau atas permohonan kejaksaan42, Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama (Pasal 123 Undang-Undang Perseroan Terbatas ).
Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atas likuidasi yang dilakukan likuidator wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan dan mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara hasil akhir proses likuidasi serta mengumumkannya dalam dua surat kabar harian. Sisa kekayaan hasil likuidasi diperuntukkan bagi pemegang saham (Pasal 147 Undang-Undang Perseroan Terbatas).

2. Tanggung Jawab Direksi Jika Perusahaan Pailit
Pada prinsipnya, tanggung jawab seorang direktur pada perusahaan yang jatuh pailit sama saja seperti tanggung jawabnya pada perseroan terbatas yang berjalan normal. Dalam hal ini, klaim-klaim dari kreditur pada prinsipnya hanya dapat ditujukan terhadap perusahaan yang bersangkutan dalam statusnya sebagai badan hukum. Tanggung jawab hukumnyapun hanya sebatas asset yang dimiliki oleh badan hukum yang bersangkutan.
Dengan demikian, jika suatu perseroan terbatas dinyatakan pailit oleh Pengadilan dan/atau dilikuidasi, maka pada prinsipnya kreditur tidak dapat memintakan direktur atau komisaris ataupun pemegang sahamnya untuk bertanggung jawab secara pribadi. Karenanya, harta-harta pribadi mereka tidak boleh ikut disita atau dilelang.
Prinsip umum terhadap tanggung jawab yang semata-mata dibebankan kepada badan hukum dalam hal perusahaan pailit atau dilikuidasi ini dipegang dengan teguh dalam kasus spektakuler likuidasi Bank Summa di tahun 1992. Dalam kasus ini, tidak satu pemegang sahampun atau direktur atau komisaris yang ikut bertanggung jawab secara hukum. Kalaupun ada pihak pemilik ataupun perusahaan satu group yang akhirnya bertanggung jawab, itu hanya dikarenakan ikatan-ikatan yang bersifat kontraktual, dalam hal ini seperti personal guarantee.
Dalam perkembangan teori dan praktek hukum tentang korporat, penerapan prinsip umum tentang kemandirian tanggung jawab badan hukum ternyata tidak selamanya memuaskan. Karena dalam hal-hal tertentu, penerapan prinsip tersebut akan melanggar sendi-sendi keadilan. Demikian juga aplikasinya ke dalam hukum tentang kepailitan dan likuidasi. Maka mulailah dikembangkan deviasi-deviasi, yang pada akhirnya merupakan pengecualian terhadap teori yang berlaku umum tersebut.
Beberapa pengecualian terhadap prinsip kemandirian tanggung jawab badan hukum dalam hal perusahaan pailit, dapat disebutkan: (1) Jika direktur bertindak di luar batas kekuasaannya yang diberikan oleh anggaran dasar, (2) Jika dilakukan perbuatan melawan hukum (perdata maupun pidana), (3) Jika direktur bersikap sangat tidak layak atau bertentangan dengan prinsip Fiduciary Duty (4) Jika terjadi apa yang disebut ultra vires. Keempat macam pelanggaran tersebut kiranya dapat dicakup dalam rumusan istilah kesalahan atau kelalaian versi Pasal 90 ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Karena itu pula, direktur dapat dimintakan untuk bertanggung jawab secara hukum ketika perusahaan pailit jika dengan perbuatan direktur yang dianggap menyimpang tersebut. Secara langsung atau tidak langsung menyebabkan perusahaan yang bersangkutan jatuh pailit. Hanya saja Undang-Undang Perseroan Terbatas membuat beberapa restriksi terhadap tanggung jawab direktur dalam hal perseroan pailit sebagai berikut:
a. Direktur ikut bertanggung jawab jika perusahaan tersebut dinyatakan pailit. Jadi kalau dibubarkan dan dilikuidasi tanpa prosedur pailit direktur terlepas dari tanggung jawabnya, kecuali dia melakukan kesalahan-kesalahan lain.
b. Harus ada unsur kesalahan atau kelalaian dari direktur tersebut.
c. Tanggung jawab direktur bersifat residual. Maksudnya, dia baru bertanggung jawab secara material setelah seluruh asset perusahaan diambil dan ternyata tidak cukup.
d. Di samping perusahaan, yang ikut ditarik untuk bertanggung jawab adalah hanya direksi. Komisaris dan pemegang saham tidak ikut bertanggung jawab secara hukum, kecuali mereka melakukan kesalahan lain.
e. Tanggung jawabnya secara renteng. Jadi walaupun seorang direktur yang bersalah, tetapi yang lain juga dipresumsi untuk bertanggung jawab.
f. Adanya presumsi bersalah, dengan beban pembuktian terbalik. Maksudnya, jika direksi bersalah, maka seluruh anggota direktur dianggap bersalah, kecuali ada anggota direksi yang dapat membuktikan bahwa sebenarnya dia tidak bersalah. Tidak ditentukan bagaimana membuktikan tidak bersalah. Menurut hemat penulis seorang anggota direksi melakukan voting menentang dalam rapat direksi barangkali belum cukup. Tetapi anggota direksi tersebut harus benar-benar mencegahnya atau berhenti sebagai direktur saat sebelum perbuatan kesalahan tersebut direalisasikan oleh anggota direksi yang lain.
Keabsahan perbuatan hukum Direksi secara ekstern itu ditentukan oleh ada tidaknya pelanggaran terhadap batas kewenangan direksi dalam melakukannya. Batas kewenangan direksi dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum ekstern menjadi sangat krusial dalam menentukan sah tidaknya perbuatan hukum itu. Kewenangan direksi dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum ekstern yang masuk katagori perbuatan menjalankan pekerjaan kepengurusan hanya dibatasi oleh ketentuan Pasal 98 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Artinya, Direksi tidak boleh melanggar kewajiban untuk menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum ekstern itu. Perbuatan-perbuatan hukum ekstern direksi yang dilakukan tidak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab adalah tidak sah.
Ada dua macam perbuatan hukum anggota direksi terhadap pihak ketiga yang masuk katagori perbuatan menjalankan pekerjaan kepengurusan. Pertama, perbuatan hukum ekstern basil keputusan rapat direksi. Kedua, perbuatan hukum ekstern atas dasar inisiatif dari seorang anggota direksi. Perbuatan hukum ekstern hasil keputusan rapat direksi dapat diklasifikasikan ke dalam perbuatan hukum ekstern hasil keputusan rapat direksi yang sah dan perbuatan hukum ekstern hasil keputusan rapat Direksi yang tidak sah. Yang pertama merupakan pelaksanaan keputusan rapat Direksi yang tidak mengandung pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 98 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Artinya. Keputusan itu lahir dari suatu rapat Direksi yang diselenggarakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab semata-mata demi kepentingan dan kegiatan usaha Perseroan Terbatas. Yang terakhir merupakan pelaksanaan keputusan rapat Direksi yang lahir dari suatu proses pengambilan keputusan yang diselenggarakan tidak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Proses pengambilan keputusan seperti itu cenderung menghasilkan keputusan yang merugikan Perseroan Terbatas dan atau pihak ketiga atau keputusan yang memang ditujukan untuk merugikan Perseroan Terbatas dan atau pihak ketiga.
Perbuatan hukum ekstern anggota direksi yang melaksanakan keputusan rapat direksi yang sah adalah sah dan mengikat Perseroan Terbatas dengan pihak ketiga kepada siapa perbuatan hukum itu ditujukan jika perbuatan hukum itu dilakukan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Perbuatan hukum ekstern direksi yang demikian tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada direksi, apalagi setiap anggota Direksi, tanggung jawab atas perbuatan hukum itu ada pada Perseroan Terbatas Perbuatan hukum ekstern Direksi yang melaksanakan keputusan rapat direksi yang sah yang dilaksanakan tidak dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab adalah tidak sah dan tidak mengingat Perseroan Terbatas dengan pihak ketiga kepada siapa perbuatan hukum itu dituju. Anggota direksi yang melakukan perbuatan hukum yang demikian itu harus bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang diderita pihak ketiga. Perseroan Terbatas dan anggota direksi lainnya yang menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab tidak ikut bertanggung jawab.
Perbuatan hukum ekstern anggota direksi yang melaksanakan keputusan rapat direksi yang tidak sah adalah tidak sah dan tidak mengikat Perseroan Terbatas dengan pihak ketiga kepada siapa perbuatan hukum itu ditujukan, sekalipun perbuatan hukum itu dilakukan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Perbuatan hukum ekstern anggota direksi yang demikian menjadi tanggung jawab semua anggota Direksi secara renteng kepada pihak ketiga. Perseroan Terbatas tidak dapat dimintai pertanggung jawaban dalam hal ini.
Perbuatan hukum ekstern atas dasar inisiatif dari seorang anggota Direksi semula hanyalah menjadi tanggung jawab dari anggota direksi yang melakukannya. Perseroan Terbatas dan anggota Direksi lainnya yang tidak memberi persetujuan atas perbuatan hukum itu tidak ikut bertanggung jawab. Akan tetapi, tanggung jawab pribadi dari anggota direksi yang melakukannya itu dapat berubah menjadi tanggung jawab renteng bersama-sama dengan anggota direksi yang memberi persetujuan atas perbuatan hukum itu. Bahkan, jika semua anggota direksi menyetujui dan menganggapnya sebagai perbuatan hukum direksi yang sah, maka perbuatan hukum itu tidak lagi menjadi tanggung jawab pribadi dari anggota yang melakukannya atau tanggung jawab renteng bersama-sama dengan anggota Direksi lainnya yang memberi persetujuan, melainkan berubah menjadi tanggung jawab Perseroan Terbatas. Sedang syarat sah perbuatan-perbuatan hukumi ekstern Direksi yang masuk kategori perbuatan menjalankan pekerjaan kepemilikan atau menjalankan pekerjaan penguasaan ada dua. Pertama, perbuatan hukum itu harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 98 Perseroan Terbatas. Kedua, perbuatan hukum itu harus dilakukan atas dasar keputusan RUPS atau komisaris atau rapat Direksi yang memberi persetujuan kepada direksi untuk melakukan perbuatan hukum itu. Perbuatan-perbuatan hukum ekstern direksi yang dilakukan tidak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab dan atau tanpa dasar keputusan RUPS atau komisaris atau rapat Direksi adalah tidak sah.
Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas disebutkan dengan tegas siapa yang berwenang memberi persetujuan kepada direksi dalam melakukan suatu perbuatan hukum ekstern yang merupakan perbuatan menjalankan pekerjaan kepemilikan atau perbuatan menjalankan pekerjaan penguasaan. Dalam hal direksi akan melakukan perbuatan hukum untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar harta kekayaan Perseroan Terbatas, misalnya, Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan dengan tegas bahwa Direksi harus mendapat persetujuan RUPS terlebih dahulu. Sementara dalam hal perbuatan hukum untuk menjaminkan atau meminjamkan uang atas nama Perseroan Terbatas, Undang-Undang Perseroan Terbatas memberi kebebasan kepada setiap Perseroan Terbatas untuk menentukan sendiri dalam anggaran dasarnya siapa diantara ketiga altenatif pilihan yang akan ditunjuk sebagai yang berwenang memberi persetujuan kepada Direksi jika akan melakukannya.

KESIMPULAN
Berdasarkan seluruh uraian pada bab-bab pembahasan di atas, maka saya dapat tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Perseroan Terbatas sebagai bentuk badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum sebagaimana layaknya manusia yang cakap bertindak di depan hukum. Karenanya setiap perusahaan yang memilih bentuk Perseroan Terbatas harus memenuhi ketentuan persyaratannya, yaitu merupakan organisasi yang teratur, mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dengan kekayaan pengurus, dapat melakukan hubungan hukum sendiri, dan mempunyai tujuan sendiri; Sedangkan kepailitan perseroan berdasarkan Undang-undang Kepailitan membawa setiap anggota direksi ke arah pertanggungjawaban renteng sebagaimana disebutkan dalam Pasal 90 ayat (2) Undang-undang Perseroan Terbatas.
b. Adapun tentang tanggung jawab direksi dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Standar Model Anggaran Dasar Perseroan Terbatas ternyata mengatur tentang kewenangan dan batas kewenangan setiap anggota Direksi dalam melakukan perbuatan hukum ekstern yang merupakan unsur pokok the ultra vires rule.
Setiap anggota Direksi dapat diminta pertanggung jawaban secara pribadi jika dalam melakukan perbuatan hukum ekstern melanggar batas kewenangannya diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar Perseroan Terbatas.

SARAN
a. Sudah waktunya pemerintah mengefektifkan ketentuan larangan melakukan bisnis, termasuk juga mendirikan dan menjadi pengurus dari Perseroan Terbatas bagi Pegawai Negeri. Hal ini dikarenakan, praktik bisnis selalu memerlukan kebijakan pemerintah yang mana ini akan mempengaruhi proses pendirian dan praktik bisnis Perseroan Terbatas yang dimiliki oleh pejabat di lingkungan Pegawai Negeri;
b. Sangat sulit untuk menentukan bahwa Direksi tersebut tidak bersalah, terlebih lagi jika dalam perkara pidananya diterapkan pembuktian terbalik. Mengingat rujukan hukum pidana formal kita masih KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang notabene tetap Penuntut Umum yang harus membuktikan kesalahan terdakwa

REVIEW 2 - WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

PERSEROAN TERBATAS YANG PAILIT SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN

1. Hakikat Kepailitan
Dalam tata bahasa Indonesia, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Dalam Undang-undang kepailitan tidak akan menemui satu rumusan atau ketentuan yang menjelaskan pengertian maupun definisi kepailitan atau paili.
Dalam Black’s Law Dictionary palit atau “Bankrupt adalah the state or condition of a person (individual, parnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due. The term includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt.”18
Dari pengertian ang diberikan dalam Blak’s Law Dictionary tersebut, dapat diihat bahwa pengertian pailit dihubungankan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang (debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitor), suatu permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan. Maksud pengajuan permohonan kepailitan tersebut adalah sebagai suatu bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar dari seorang debitor.Tanpa adanya permohonan tersebut ke Pengadilan, maka pihak ketiga yang berkepentingan tidak ernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari debitor. Keadaan ini kemudian diperkuat dengan suatu putusan pernyataan pailit oleh hakim pengadilan, baik putusan yang mengabulkan ataupun menolak permohonan kepailitan yang diajukan.
Dalam rumusan yang diberikan Pasal 1 Undang-undang Kepailitan, dapat diketahui bahwa pailit merupakan suatu putusan pengadilan. Ini berarti bahwa sebelum adanya suatu putusan pernyataan pailit oleh pengadilan, seorang debitor tidak dapat dinyatakan berada dalam keadaan pailit. Dengan adanya pengumuman putusan pernyataan pailit tersebut, maka berlakulah ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Pedata jo. Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atas seluruh harta kekayaan debitor pailit, yang berlaku umum bagi semua kreditor konkuren dalam kepailitan, tanpa terkecuali, untuk memperoleh pembayaran atas seluruh piutang konkuren mereka.
Persyaratan permohonan pernyataan pailit dapat dikabulkan jika persyaratan kepailitan telah terpenuhi antara lain :
1. debitor tersebut mempunyai dua atau lebih kreditor; dan
2. debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.19

2. Ketentuan Tentang Perusahaan Pailit
Badan hukum merupakan pendukung kewajiban dan hak, sama seperti manusia pribadi. Sebagai pendukung kewajiban dan hak, dia dapat mengadakan hubungan bisnis dengan pihak lain. Untuk itu dia memiliki kekayaan sendiri, yang terpisah dari kekayaan pengurus atau pendirinya. Segala kewajiban hukumnya dipenuhi dan kekayaan yang dimilikinya itu. Apabila kekayaannya tidak mencukupi untuk menutupi kewajibannya, itupun tidak akan dapat dipenuhi dari kekayaan pengurus atau pendirinya.
Guna menghindarkannya dari kebangkrutan atau likuidasi, kendatipun mendapat pinjaman dana dari pengurus atau pendirinya, atau jika Badan Usaha Milik Negara mendapat suntikan dana dari negara, pinjaman atau suntikan dana itu tetap dihitung sebagai hutang badan hukum itu.
Dalam Anggaran Dasar biasanya ditentukan jumlah dan rupa kekayaan badan hukum. Yang dapat digolongkan kekayaan itu dapat berupa sejumlah modal, barang bergerak dan tidak bergerak, dan tagihan kepada pihak ketiga milik badan hukum. Kekayaan badan hukum ini terpisah dari kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya dan ini ditentukan secara tegas dalam Anggaran Dasar dan dicatat dalam pembukuan perusahaan.
Dalam hubungan bisnis dengan pihak ketiga, badan hukum itu bertindak sendiri untuk kepentingannya sendiri yang diwakili oleh pengurusnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar. Apabila mendapat keuntungan maka keuntungan itu menjadi kekayaan milik badan hukum itu. Sebaliknya, apabila menderita kerugian, maka kerugian itu ditanggung sendiri oleh badan hukum dari kekayaan yang dimilikinya.
Dalam pada itu, Anggaran Dasar badan hukum harus mendapat pengesahan secara resmi dari Menteri. Untuk Perseroan Terbatas, Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (pasal 7 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40
19 Pasal 1 ayat (1) UUK. Ketentuan ini berbeda dari pengertian yang diberikan dalam Blak’s Law Dictionary, yang mewajibkan adanya suatu ketidakmampuan membayar debitor, UUK tidak mensyaratkan adanya ketidakmampuan membayar tersebut, melainkan cukup jika debitor tidak membayar utangnya yang telah jatuh tempo, maka ia dapat dinyatakan pailit oleh Pengadilan atas permohonan kreditor.
Tahun 2007). Bagi badan hukum Koperasi Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Koperasi (Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992). Bagi badan hukum perusahaan umum (Perum) Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Keuangan (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960), dan bagi badan hukum perusahaan Perseroan (Persero) Anggaran Dasarnya juga disahkan oleh Menteri Keuangan (Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1969) yang mewakili negara sebagai pemilik modal.
Pengesahan oleh Menteri merupakan pembenaran bahwa Anggaran Dasar badan hukum yang bersangkutan tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Di samping itu pengesahan juga menentukan bahwa, sejak tanggal pengesahan, itu diberikan, maka sejak itu pula badan usaha yang bersangkutan memperoleh status badan hukum dan dengan demikian memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya.
Badan hukum merupakan subyek hukum buatan manusia berdasarkan hukum yang berlaku. Agar dapat berbuat menurut hukum, maka badan hukum diurus oleh pengurus yang ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya, sebagai pihak yang berwenang mewakili badan hukum. Artinya perbuatan pengurus adalah perbuatan badan hukum. Perbuatan pengurus tersebut selalu mengatas namakan badan hukum, bukan atas nama pribadi pengurus. Segala kewajiban yang timbul dari perbuatan pengurus adalah kewajiban badan hukum, yang dibebankan kepada harta kekayaan badan hukum. Sebaliknya pula, segala hak yang diperoleh dari perbuatan pengurus adalah hak badan hukum yang menjadi kekayaan badan hukum.
Perusahaan badan hukum merupakan subjek hukum yang diurus atau dikelola oleh pengurus yang disebut Direksi. Direksi ini dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang. Jika terdiri dari beberapa orang, satu diantaranya bertindak sebagai Direktur Utama perusahaan badan hukum yang membawahi Direktur-Direktur. Struktur tugas dan wewenang serta tanggung jawab Direksi selaku pengelola yang mewakili perusahaan badan hukum diatur dalam Anggaran Dasar.
Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam KUHD yang sudah berumur lebih dari
seratus tahun. Selama perjalanan waktu tersebut telah banyak terjadi perkembangan ekonomi dan dunia usaha baik nasional maupun internasional. Hal mengakibatkan KUHD tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan. Di samping itu, di luar-KUHD masih terdapat pula pengaturan badan hukum semacam Perseroan Terbatas bagi golongan Bumi Putera, sehingga timbul dualisme pengaturan badan hukum perseroan yang berlaku bagi warganegara Indonesia.

3. Akibat Hukum Kepailitan Bagi Perusahaan
Adapun akibat-akibat yuridis dari putusan pailit terhadap harta kekayaan debitor maupun terhadap debitor adalah sebagai berikut, antara lain :
a. Putusan pailit dapat dijalankan lebih dahulu (serta merta)
Pada asasnya putusan kepailitan adalah serta merta dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut masih dilakukan suatu upaya hukum lebih lanjut. Akibat-akibat putusan pailitpun mutatis mutandis berlaku walaupun sedang ditempuh upaya hukum lebih lanjut.Kurator yang didampingi oleh hakim pengawas dapat langsung menjalankan fungsinya untuk melakukan pengurusan dan pemberesan pailit. Sedangkan apabila putusan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya upaya hukum tersebut, segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan maka tetap sah dan mengikat bagi debitor.20
b. Sitaan Umum (Public Attachment, Gerechtelijk Beslag)
Harta kekayaan debitor yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum (public attachment, gerechtelijk beslag) beserta apa yang diperoleh selama kepailitan. Hal ini sebagaimana didefinisikan dalam undang-undang mengenai arti kepailitan ini. Dalam pasal 21 UUK dikatakan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
Hakikat dari sitaan umum terhadap harta kekayaan debitor adalah bahwa maksud adanya kepailitan adalah untuk menghentikan aksi terhadap perebutan harta pailit oleh para kreditornya serta untuk menghentikan lalu lintas transaksi terhadap harta pailit oleh debitor yang kemungkinan akan merugikan para kreditornya. Dengan adanya sitaan umum tersebut, maka harta pailit dalam status dihentikan dan segala macam transaksi dan perbuatan hukum lainnya sampai harta pailit tersebut diurus oleh kurator.21
Sitaan umum terhadap harta pailit ini tidak memerlukan suatu tindakan khusus untuk melakukan sita tersebut, berbeda dengan sitaan lain dalam hukum perdata yang secara khusus dilakukan dengan suatu tindakan hukum tertentu. Dengan demikian sitaan umum terhadap harta pailit adalah terjadi demi hukum.
c. Kehilangan Wewenang Dalam Harta Kekayaan
Debitor pailit demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus (daden van behooren) dan melakukan perbuatan kepemilikan (daden van beschikking) terhadap harta kekayaannya yang termasuk dalam harta kekayaannya dan tidak terhadap status diri pribadinya. Debitor yang dalam status pailit hilang hak-hak keperdataan lainnya serta hak-hak lain selaku warga negara seperti hak politik dan hak privat lainnya.
Rasio logis ketentuan bahwa kepailitan hanya bersangku paut dengan harta kekayaan debitor saja adalah bahwa maksud adanya kepailitan adalah untuk melakukan distribusi harta kekayaan dari debitor untuk membayar utang-utang debitor kepada para kreditonya. Dengan demikian kepailitan hanya bermakna terhadap persoalan harta kekayaan saja. Debitor pailit sama sekali idak terpengaruh terhadap hal-hal lain yang tidak bersangkutan dengan harta kekayaan. Ia masih cakap (bekwaam) untuk melangsungkan perkawinan, ia pula masih cakap untuk melaksanakan hak-haknya sebagai warga negara di bidang hukum publik seperti menjadi pejabat publik, dan lain sebagainya.
Dengan demikian apabila ada pihak yang mengaitkan antara kepailitan dengan hal-hal di luar harta kekayaan debitor pailit adalah tidak tepat. Kepailitan adalah bukan suatu vonis krminal serta bukan suatu vonis yang menjadikan debitor pailit tidak cakap (bekwaam) dan tidak wenang(bevogdh) terhadap segala-galanya.22
Kepailitan mengakibatkan debitor yang dinyatakan pailt kehilangan segala hak perdata untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 22 Undang-undang Kepailitan terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan.
Sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 22 Undang-undang Kepailitan, maka semua perikatan antara debitor yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-peikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.23 Selanjutnya, gugatan-gugatan yang diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit, selama dalam kepailitan, yang secara langsung diajukan kepada debitor pailit, hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan. 24 Dalam hal pencocokan tidak disetujui, maka pihak yang tidak menyetujui pencocokan tersebut demi hukum mengambil alih kedudukan debitor pailit dalam gugatan yang sedang berlangsung tersebut. 25 Meskipun gugatan tersebut hanya memberikan akibat hukum dalam bentuk pencocokan, namun hal itu sudah cukup untuk dapat dijadikan sebagai salah satu bukti yang dapat mencegah berlakunya daluwarsa atas hak dalam gugatan tersebut.26

4. Akibat Kepailitan Terhadap Perikatan-perikatan yang Telah Dibuat oleh Debitor Sebelum Pernyataan Pailit Diucapkan
a. Perikatan Sepihak dan Perikatan Timbal Balik.
Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata membagi perikatan ke dalam tiga jenis yaitu :
1) perikatan yang melahirkan kewajiban untuk memberikan sesuatu;
2) perikatan yang melahirkan keajiban untuk berbuat sesuatu; dan
3) perikatan yang melahirkan kewajiban untuk tidak. Untuk tidak berbuat sesuatu.
Perikatan-perikatan tersebut dapat lahir dari perjanjian atau karena undang-undang. Terhadap perjanjian yang melahirkan perikatan, berdasarkan pada pihak yang menerima prestasi yang dilakukan, dapat digolongkan ke alam perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.27 Suatu perjanjian dapat dikatan sepihak jika perjanjian tersebut hanya melahirkan kewajiban atau prestasi pada salah satu pihak dalam perjanjian tersebut tanpa melahirkan kewajiban atau kontra prestasi dari pihak lainnya. Sedangkan suatu perjanjian disebut dengan perjanjian timbal balik jika perjanjian tersebut menerbitkan kewajiban bagi para pihak dalam perjanjian untuk melaksanakan suatu restasi satu terhadap yang lainnya secara bertimbal balik.
Selanjutnya berdasarkan pada objek dari prestasi yang wajib dipenuhi, secara umum prestasi tersebut dapat dibedakan kedalam dua jenis yaitu :
1) prestasi ang hanya dapat dilaksanakan oleh debitor sendir;
2) prestasi yang dapat dilaksanakan oleh pihak manapun juga dalam kapasitasnya sebagai wakil atau kuasa dari debitor. 28 Apabila dihubungankan dengan pembagian perikatan menurut Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, prestasi yang bersifat unik seperti disebutkan dalam angka 1 tersebut di atas meskipun tidak seluruhnya demikian, pada umumnya merupakan suatu prestasi untuk berbuat sesuatu. 29 Terhadap prestasi yang unik ini, putusan pernyataan pailit mengakibatkan hapusnya perikatan terhadademi hukum. Pihak kreditor demi hukum pula menduduki posisi yang sama sebagai kreditor konkuren terhadap harta pailit. Dalam hal yang demikian, kurator tidak memeiliki kewenangan untuk mengambil alih maupun untuk melakukan suatu perbuatan yang baik secara implisit, apalagi eksplisit, menyatakan kehendaknya untuk tetap atau tidak melanjutkan perjanjian tersebut. 30 Khusus bagi prestasi yang dapat diwakilkan atau dikuasakan pelaksanaannya, maka jika pada saat putusan pernyataan paili ditetapkan terdapat perjanjian timbal balik yang barus sebagian dipenuhi atau bahkan belum dilaksanakan sama sekali, maka pihak dengan siapa debitor pailit telah mengadakan perjanjian dapat meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian mengenai kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam suatu jangka waktu tertentu. 31 Pihak lawan berhak meminta kepada Hakim Pengawas untuk menetapkan jangka waktu tersebut, dalam hal kurator tidak memberikan keputusan atau persetujuan mengenai usulan jangka waktu yang telah diajukan. 32 Jika dalam jangka waktu tersebut diatas, baik yang disepakati maupun yang ditetapkan oleh hakim pengawas; kurator tidak memberikan jawaban atau kurator secara tegas menyatakan tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian tersebut secara hukum dinyatakan berakhir dan pihak lawan dalam perjanjian
27 Dalam Kitab Undang-undang Hkum Perdata dipakai istilah “Cuma-Cuma” untuk perjanjian sepihak dan “dengan beban” untuk perjanjian timbal balik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1314 ayat (1) KUHPerdata. demi hukum menjad kurator konkuren atas harta pailit.33 Sebaliknya jika kurator ternyata menyatakan kesanggupannya untuk melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka pihak lawan dalam perjanjian diberikan hak untuk meminta kepada kurator untuk memberikan jaminan atas keasanggupannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut.34
b. Pembatalan dan Batal Demi Hukum
Terhadap perikatan-perikatan yang sedang berlangsung, dimana terdapat satu atau lebih kewajiban yang belum dilaksanakan oleh debitor pailit, sedang putusan penyataan pailit telah diucapkan, maka demi hukum perikatan tersebut berakhir, kecuali jika pertimbangan kurator masih dapat dipenuhi dari harta pailit. Selanjutnya para kreditor tersebut secara bersama-sama menjadi kreditor konkuren atas harta pailit. Selain hal tersebut diatas, Undang-Undang Kepailitan juga memberikan hak kepada pihak kreditor dan/atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan untuk memintakan permohnan pembatalan atas perbuatan-perbuatan hukum debitor pailit yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, yang bersifat merugikan, baik harta pailit secara keseluruhan maupun terhadap kreditor konkuren tertentu. Hal yang penting untuk ditekankan disini adalah bahwa perjanjian atau perbuatan hukum tersebut bersifat dapat dibatalkan dan bukan batal demi hukum. Hal ini harus kita kembalikan kepada prinsip dasar dari sahnya suatu pejanjian, sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata jo. Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Ini berarti perjanjian dan atau perbuatan hukum yang dapat dibatalkan adalah perjanjian yang tidak memenuhi syarat kecakapan dan atau ketiadaan kesepakatan, serta perjanjian yang tidak diwajibkan yang dibuat tidak dengan itikad baik yang merugikan kepentingan kreditor.
Prinsip Undang-undang Kpailitan memberikan hak secara adil, baik kepada kurator maupun kreditor untuk membatalkan perjanjian dan atau perbuatan hukum debitor pailit ang dilakukan sebelum pernyataan pailit diputuskan, namun belum sepenuhnya diselesaikan pada saat pernyataan pailit dikeluarkan. Selain itu dalam hal-hal tertentu baik kurator maupun tiap-tiap kreditor yang berkepentingan berhak meminta pembatalan atas suatu perbuatan hukum yang telah selesai dilakukan sebelum pernyataan pailit diucapkan. Ketentuan tersebut sangat berarti dalam melindungi kepentingan kreditor secara keseluruhan dan terutama untuk menghindari akal-akalan debitor yang nakal dengan pihak-pihak tertentu yang bertujuan untuk merugikan kepentingan dari satu atau lebih kreditor yang beritika baik, maupun kepentingan harta pailit secara keseluruhan.Untuk dapat membatalkan suatu perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh debitor pailit dengan pihak ketiga sebelum penyataan pailit diucapkan yang merugikan
33 Pasal 36 ayat (4) UUK.
34 Pasal 36 ayat (4) UUK.
35 Hak Actio paulina tersebut diberikan secara khusu dalam Pasal 41 UUK secara berbeda, yang berarti merupakan lex specialis dari ketentuan umum yang diatur dalam Pasal 1341 KUH Perdata.
harta pailit, Undang-Undang Kepailitan mensyaratkan bahwa pembatalan terhadap perbuatan hukum tersebut hanya dimungkinkan jika dapat dibuktikan pada saat perbuatan hukum (yang merugikan) tersebut dilakukan debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi reditor,36 kecuali perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan hukum yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan /atau Undang-undang.37 Ini berarti bahwa hanya perbuatan hukum yang tidak wajib atau yang secara finansial merugikan kepentingan keuangan debitor yang dinyatakan pailit yang dapat dibatalkan. Selanjutnya untuk menciptakan juga kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan tidak hanya debitor, melainkan juga pihak penerima kebendaan yang diberikan oleh debitor, Undang-undang Kepailitan menegaskan bahwa selama perbuatan hukum yang merugikan para kreditor tersebut dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan dan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitor atau yang secara finasial merugikan kepentingan keuangan debitor yang dinyatakan pailit, maka kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor.38
Dengan demikian berarti menjadi tugas pihak ketiga dan debitor pailit tersebut untuk membuktikan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan olehnya tersebut dengan debitor pailit (sebelum ia dinyatakan pailit) merupakan perbuatan hukum yang wajib dilakukan oleh debitor pailit (sebelum dinyatakan pailit) dan bahwa perbuatan hukum tersebut secara finasial tidak merugikan harta pailit (kreditor).

5. Perusahaan Sebagai Badan Hukum
Istilah "perseroan" menunjuk kepada cara menentukan modal, yaitu terbagi dalam saham, dan istilah terbatas menunjuk kepada batas tanggungjawab pemegang saham, yaitu sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki. Perseroan Terbatas adalah perusahaan persekutuan badan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 butir(1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, yaitu bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai badan hukum, bilamana perusahaan tersebut telah memenuhi unsur-unsur badan hukum yaitu bahwa sebagai badan hukum, perseroan harus memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, yakni:
(a) Organisasi yang teratur, yaitu bahwa perseroan mempunyai organ yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris (Pasal 1 butir (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas). Keteraturan organisasi dapat diketahui melalui ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, keputusan RUPS.
(b) Mempunyai kekayaan sendiri, yaitu bahwa Perseroan memiliki kekayaan sendiri berupa modal dasar Perseroan yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham (Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007) dan kekayaan dalam bentuk lainnya berupa benda bergerak dan tidak bergerak benda berwujud dan tidak berwujud, misalnya kendaraan bermotor, gedung perkantoran, barang inventaris, surat berharga, piutang perseroan.
(c) Dapat melakukan hubungan hukum sendiri, artinya perusahaan sebagai badan hukum, perusahaan melakukan hubungan hukum sendiri dengan pihak ketiga yang diwakili oleh Direksi. Menurut ketentuan Pasal 92 (ayat 1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 bahwa Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, yakni Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(d) Mempunyai tujuan sendiri, yaitu bahwa sebagai badan hukum yang melakukan kegiatan usaha, perseroan mempunyai tujuan sendiri. Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007). Karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perseroan adalah mencari keuntungan dan atau laba.
Berdasarkan pada definisi Perseroan Terbatas yang telah dikemukakan di atas, maka sebagai perusahaan badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur: berbadan hukum, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha, mempunyai modal dasar, dan memenuhi persyaratan undang-undang.
Setiap perseroan adalah badan hukum, artinya badan yang memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung kewajiban dan hak yang telah diuraikan sebelumnya, antara lain mempunyai harta kekayaan sendiri terpisah dari harta kekayaan peribadi atau pengurusnya. Dalam KUHD tidak satu pasalpun yang menyatakan perseroan sebagai badan hukum. Tetapi dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 butir (1) bahwa perseroan adalah badan hukum.
Setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, artinya harus ada sekurang-kurangnya dua orang yang bersepakat mendirikan perseroan, yang dibuktikan secara tertulis yang tersusun dalam bentuk Anggaran Dasar, kemudian dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di muka notaris. Setiap pendiri wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Ketentuan ini adalah asas dalam pendirian perseroan.
Setiap perseroan melakukan kegiatan usaha, yaitu kegiatan dalam bidang perekonomian (industri, dagang, jasa) yang bertujuan mendapat keuntungan dan atau laba. Melakukan kegiatan usaha artinya menjalankan perusahaan. Supaya kegiatan usaha itu sah harus mendapat izin usaha dari pihak yang berwenang dan didaftarkan dalam daftar perusahaan menurut undang-undang yang berlaku.
Di samping itu, setiap perseroan harus mempunyai modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Modal dasar disebut juga modal statuter dalam bahasa Inggris disebut authorized capital. Modal dasar merupakan harta kekayaan perseroan sebagai badan hukum, yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pendiri, organ perseroan, pemegang saham. Menurut ketentuan Pasal 32 (ayat 1) Undang-Undang Perseroan Terbatas, modal dasar Perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000 {lima puluh juta rupiah).
Sebagai ketentuan terakhir dari unsur badan hukum adalah bahwa setiap perseroan harus memenuhi persyaratan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya. Unsur ini menunjukkan bahwa perseroan menganut sistem tertutup (closed system), Sedangkan untuk mendirikan suatu perseroan perlu dipenuhi syarat-syarat dan prosedur yang telah ditentukan oleh undang-undang perseroan, Syarat-syarat dan prosedur tersebut seperti bahwa perusahaan itu didirikan oleh dua orang atau lebih, didirikan dengan suatu akta otentik, dan mempunyai modal perseroan sendiri yang terpisah dari modal pengurusnya.
Langkah pertama pendirian perseroan adalah pembuatan akta pendirian di muka notaris. Akta pendirian tersebut merupakan perjanjian yang dibuat secara otentik yang memuat Anggaran Dasar perseroan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas (Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Langkah kedua adalah permohonan pengesahan, yaitu akta pendirian perseroan yang dibuat di muka notaris dimohonkan secara tertulis pengesahannya oleh Menteri Kehakiman. Pengesahan tersebut penting karena status badan hukum perseroan diperoleh setelah akta pendirian disahkan oleh Menteri Kehakiman (Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Langkah ketiga adalah pendaftaran perseroan, yaitu Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan akta Pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman dan HAM. Pendaftaran wajib dilakukan dalam waktu paling 1ambat 60 (tiga puluh) hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan (pasal 21 Undang-Undang Perseroan Terbatas). Yang dimaksud dengan Daftar Perusahaan adalah Daftar Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang wajib daftar perusahaan yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982.
Langkah terakhir adalah pengumuman dalam Tambahan, Berita Negara. menurut ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Perseroan Terbatas, perseroan yang telah didaftar diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. Permohonan pengumuman perseroan dilakukan oleh Direksi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran, sesuai dengan tata cara yang telah diatur oleh undang-undang.

REVIEW 1 - WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

TANGGUNG JAWAB DIREKSI ATAS KEPAILITAN PERUSAHAAN MENURUT UNDANG-UNDANG 40 TAHUN 2007
Oleh:
Sri Sulastri, S.H.,M.Hum.*
 
ABSTRAK

Perseroan Terbatas itu badan hukum yang merupakan persekutuan modal didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, hal ini sebagai suatu kesatuan yang menanggung persetujuan-persetujuan terhadap pihak ketiga dalam melakukan hubungan perdagangan. Tiada seorangpun pemegang saham yang bertanggung jawab terhadap para kreditur, hal inilah yang merupakan ciri-ciri dalam dalam Perseroan Terbatas, yaitu tanggung jawab terbatas dan pesero.

Kata Kunci: Tanggung Jawab – Direksi – Kepailitan Perusahaan.
LATAR BELAKANG

Dengan makin pesatnya perkembangan perekonomian dan perdagangan makin banyak pula permasalahan yang timbul di masyarakat seperti masalah utang piutang, dengan adanya krisis moneter yang terjadi di negara kita memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang piutang untuk meneruskan kegiatannya. Sebagai salah satu sarana hukum Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.
Kepailitan merupakan suatu istilah teknis yang menunjuk pada suatu keadaan di mana debitor yang dinyatakan pailit tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus harta kekayaannya.1 Kewenangan tersebut oleh pengadilan dilimpahkan kepada kurator2
1 Lihat Pasal 21 UUK. Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
2 Menurut UUK, pekerjaan kurator bukan lagi menjadi monopoli Balai Harta Peninggalan (selanjutnya disebut BHP). Setiap orang atau persekutuan perdata yang memenuhi syarat dan telah terdaftar pada Departemen Kehakiman (sekarang Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia) dapat menjadi kurator berdasarkan penetapan Pengadilan Niaga.
dibawah pengawasan Hakim Pengawas.3 Selama kepailitan berlangsung, pada prinsipnya, debitor pailit tidak berhak dan berwenang lagi untuk membuat perjanjian yang mengikat harta kekayaannya. Setiap perjanjian yang dibuat oleh debitor pailit selama kepailitan berlangsung tidak mengikat harta pailit, oleh karena salah satu tujuan kepailitan adalah untuk melakukan pemberesan atas harta pailit untuk kepentingan para kreditor.4 Dalam hal perseroan, kepailitan membawa akibat bahwa direksi tidak berhak dan tidak berwenang lagi mengurus harta kekayaan perseroan. Sebagai suatu badan hukum yang didirikan dengan maksud dan tujuan untuk menyelenggarakan perusahaan, 5 kepailitan dapat mengakibatkan perseroan tidak mungkin lagi melaksanakan kegiatan usahanya. 6 Tidak mungkinnya perseroan melaksanakan kegiatan usahanya tentunya akan menimbulkan kerugian, tidak hanya bagi perseroan itu sendiri, melainkan juga kepentingan dari pemegang saham perseroan, belum lagi kepentingan para kreditor yang tidak dapat dibayar lunas dari hasil penjualan seluruh harta kekayaan perseroan.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan sekarang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, maka Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Sementara ketika itu, KUHD tidak memberikan definisi tentang Perseroan Terbatas dan KUHD hanyalah mengatur bentuk perseroan ini secara terbatas dan sederhana. Hanya ada 20 buah pasal dalam KUHD yang khusus mengatur Perseroan Terbatas yaitu pasal 36 sampai dengan 56. Berlainan dalam KUHD di Negeri Belanda yang terdapat tak kurang dan 120 pasal yang khusus mengatur soal Perseroan Terbatas. Hal ini disebabkan karena perkembangan Perseroan Terbatas di Indonesia pada masa yang lampau tidaklah secepat di negeri Eropa. 7 Akan tetapi pada waktu akhir-akhir ini bentuk perseroan ini di Indonesia banyak sekali dipakai. Berhubung dalam perundang-undangan kita sedikit ketentuan-ketentuan yang mengatur persoalan Perseroan Terbatas, maka Perseroan Terbatas yang
3 Hakim Pengawas adalah Hakim pada Pengadilan Niaga yang diangkat berdasarkan penetapan Pengadilan Niaga dalam suatu putusan yang mengabulkan permohonan kepailitan, menjadi Hakim Pengawas dalam perkara kepailitan tersebut.1
4 Lihat Pasal 1132 KUHPer. Dan Pasal 1139 dan 1149 KUHPer.
5 Maksud perusahaan disini adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, dan terus menerus yang didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba (Pasal 1 huruf b. Undang-undang tentang wajib Daftar Perusahaan, UU No. 3 Tahun 1982).
6 Berbeda dengan manusia sebagai individu, perseroan sebagai suatu badan usaha, sekaligus badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan perusahaan, kewenangan bertindaknya dibatasi oleh anggaran dasar.
7 Kansil CST., Hukum Perusahaan Indonesia, Cet.II, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, hal. 21.
mengatur sendiri dalam akte-pendirian, apabila dalam undang-undang kita terdapat ketentuan yang mengatur soal-soal tertentu.
Dalam praktek ternyata bahwa banyak soal yang tidak ada peraturannya dalam KUHD diatur dalam akte pendirian dengan mengambil pasal-pasal dalam undang-undang Negeri Belanda sebagai pedoman. Pada umumnya orang berpendapat bahwa Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang terbagi atas saham-saham, di mana para pemegang saham (pesero) ikut serta dengan mengambil satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum atas nama bersama, dengan tidak bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan-persetujuan perseroan itu (dengan tanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang mereka setorkan).
Hanyalah Perseroan Terbatas itu sendiri sebagai suatu kesatuan yang menanggung persetujuan-persetujuan terhadap pihak ketiga dengan siapa ia melakukan hubungan perdagangan. Tiada seorang pun dan pemegang-pemegang saham yang bertanggung jawab terhadap para kreditur. Hal inilah yang merupakan ciri-ciri dalam Perseroan Terbatas, yaitu tanggung jawab terbatas dan pesero. Mereka itu tidak dapat menderita kerugian uang lebih besar daripada jumlah yang menjadi bagiannya dalam Perseroan Terbatas itu dan yang dengan tegas disebutkan dalam sahamnya.
Para pemegang saham atas Perseroan Terbatas hanyalah bertanggungjawab terhadap Perseroan Terbatas untuk menyerahkan sepenuhnya jumlah saham-saham untuk apa mereka itu turut serta dalam Perseroan Terbatas itu. Saham-saham itu pun dapat diperdagangkan dengan harga jual yang dapat berlainan dari harga nominalnya. Selain itu saham-saham dapat dijadikan warisan.
Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perseroan yang dapat dikatakan bersifat internasional, walaupun di negara-negara lain mempunyai nama yang berlainan pula, misalnya Limited Company (LTD), Aktien Gesellschaft, Compagnie . Badan Hukum Perseroan Terbatas Berlainan dengan maatschap, perseroan firma, dan perseroan komanditer, maka Perseroan Terbatas adalah suatu badan hukum. Hal ini berarti bahwa Perseroan Terbatas dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau hutang (ia bertindak dengan perantaraan pengurusnya).
Walaupun suatu badan hukum itu bukanlah seorang manusia yang mempunyai pikiran/kehendak, akan tetapi menurut hukum ia dapat dianggap mempunyai kehendak. Menurut teori yang lazim dianut, kehendak dari pesero dianggap sebagai kehendak Perseroan Terbatas. Akan tetapi perbuatan-perbuatan pengurus yang bertindak atas nama Perseroan Terbatas, pertanggungjawabannya terletak pada Perseroan Terbatas dengan semua harta bendanya.
Oleh karena Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perseroan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka ia merupakan suatu badan yang dilindungi oleh hukum positif yang berlaku di Indonesia. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa orang-orang yang bukan Indonesia tidak dapat mendirikan Perseroan Terbatas, meskipun badan tersebut merupakan cabang dari negara asing.
Perseroan Terbatas di atur dalam KUHD yang notabene sudah berumur lebih dari seratus tahun. Selama perjalanan waktu tersebut telah banyak terjadi perkembangan ekonomi dan dunia usaha baik nasional maupun internasional. Hal ini mengakibatkan KUHD tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan, Di samping itu, di luar KUHD masih terdapat pula pengaturan badan hukum secara Perseroan Terbatas bagi golongan Bumi Putra, sehingga timbul dualisme badan hukum perseroan yang berlaku bagi warga negara Indonesia.8
Untuk mengatasi hal ini, dan memenuhi kebutuhan hukum yang sesuai dengan tuntutan perkembangan dan pembangunan nasional, sudah tiba waktunya mengadakan pembaharuan hukum di bidang Perseroan Terbatas. Akhirnya, pada tahun 1995 mulailah babak baru karena pada tanggal 7 Maret 1995 diundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan sekarang diganti dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berlaku mulai tanggal 16 Agustus 2007.
Undang-Undang Perseroan Terbatas mencabut ketentuan pasal 36 hingga pasal 56 KUHD tentang Perseroan Terbatas dan berikut segala perubahannya terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1871 dan Staat blad Nomor 569 Tahun 1939 tentang Ordonansi Maskapai Andil Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 terdiri dari 12 bab dengan 129 pasal dan mulai berlaku satu tahun kemudian terhitung sejak tanggal diundangkan,9 dan sekarang sudah diganti dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 terdiri dari 14 bab dengan 161 pasal yang mulai berlaku pada tanggal 16 Agustus 2007.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 telah diatur dengan jelas bahwa suatu perseroan hendaknya didirikan oleh dua orang atau lebih dengan suatu akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. Selanjutnya untuk memperoleh pengesahan atas suatu Perseroan Terbatas, para pendiri yang tersebut dalam akta notaris tersebut bersama-sama atau melalui kuasanya mengajukan permohonan secara tertulis dengan melampirkan akta pendirian Perseroan Terbatas tersebut kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Pengesahan atas Perseroan Terbatas dapat diberikan dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak permohonan yang diajukan memenuhi syarat dan kelengkapan yang diperlukan. Adapun bilamana permohonan tersebut ditolak, maka penolakan atas pendirian Perseroan Terbatas tersebut akan diberitahukan secara tertulis kepada pemohon dengan disertai alasan-alasannya.
8 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cet.I, Citra Aditya Bakti, Banding, 1999, hal.65.
9 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, Cet.I, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal.4.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 memberikan kekuasaan tertinggi dalam Perseroan Terbatas pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam Rapat Umum Pemegang Saham ditetapkan tentang nama-nama Direksi, kecuali Direksi yang pertama, yang telah ditetapkan dalam akta. Kendati demikian, menurut pasal 92 (ayat 2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan /atau anggaran dasar. Oleh karena itu Direksi tidak boleh ditetapkan untuk waktu selama-lamanya, hal ini dimaksudkan apabila ternyata Direksi yang telah ditetapkan kurang cakap, sehingga dalam pengurusan perusahaan mengalami kerugian, Rapat Umum Pemegang Saham dapat menggantinya dengan Direksi yang lain.
Pengaturan tentang Direksi secara logika dapat dipahami, mengingat tanggung jawab Direksi demikian penuh terhadap pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Karenanya dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas biasanya juga dapat diadakan pembatasan-pembatasan terhadap pelaksanaan tugas Direksi. Artinya dalam anggaran dasar ditentukan bahwa jika Direksi mengadakan transaksi-transaksi tertentu, mengajukan suatu perkara di muka pengadilan dan lain-lain, maka Direksi harus meminta persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham.

RUMUSAN MASALAH

Perseroan Terbatas itu badan hukum yang merupakan persekutuan modal didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, hal ini sebagai suatu kesatuan yang menanggung persetujuan-persetujuan terhadap pihak ketiga dalam melakukan hubungan perdagangan. Tiada seorangpun pemegang saham yang bertanggung jawab terhadap para kreditur, hal inilah yang merupakan ciri-ciri dalam Perseroan Terbatas, yaitu tanggung jawab terbatas dan pesero.
Para pemegang saham atas Perseroan Terbatas hanyalah bertanggungjawab terhadap Perseroan Terbatas untuk menyerahkan sepenuhnya jumlah saham-saham untuk apa mereka itu turut serta dalam Perseroan Terbatas itu. Oleh karena itu Direksi sebagai organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik didalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Rumusan masalah jika diartikan secara umum adalah sebagai pertanyaan yangmemerlukan pemecahan atau sebagai celah antara keadaan yang ingin dicapai dan keadaan yang sebenarnya.
Atas dasar kedua fakta tersebut di atas, maka saya memandang cukup relevan untuk mengangkat beberapa permasalahan hukum dengan rumusan kalimat:
a. Bagaimanakah kriteria Perseroan Terbatas dinyatakan pailit ?
b. Bagaimana pertanggung jawaban Direksi terhadap Perseroan Terbatas yang pailit ?