Jumat, 28 Desember 2012

Review I - PENDAYAGUNAAN KARYAWAN KOPERASI BAGI PENGEMBANGAN SUATU KOPERASI



PENDAYAGUNAAN KARYAWAN KOPERASI BAGI
PENGEMBANGAN SUATU KOPERASI

Abdullah Igo BD2

Abstrak :pengelolaan sumber daya karyawan koperasi yang profesional dapat tercipta melalui perencanaan kebutuhan tenaga kerja yang tepat, perencanaan dan pengembangan karier karyawan, sestem pemberian upah/gaji yang adil dan layak, program kesejahteraan yang memadai, pelaksanaan motivasi dan integrasi kerja,serta penilaian prestasi kerja secara berkala yang kontiyu.

Kata-kata Kunci : Pendayagunaan Karyawan: memanfaatkan/mengembangkan kemampuan yang dimiliki karyawan agar berdaya guna dan berhasil guna.

PENDAHULUAN
          Pendayagunaan karyawan di koperasi perlu dikelola profesional agar terwujudnya keseimbangan antara kebutuhan karyawan dengan kepentingan dan kemampuan organisasi koperasi. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama dalam pendayagunaan sumber daya karyawan untuk mencapai produktivitas kerja yang maksimal.
            Perkembangan usaha dan organisasi koperasi, sebenarnya sangat tergantung pada produktif tidaknya karyawan yang bekerja di koperasi, walaupun dipengaruhi pula oleh kemampuan pengurus dan manajer dalam mengelola kopersi.
            Aplikasi manajemen sumber daya manusia di lingkungan kopersi diharapkan dapat memberikan sumbangan pemiikiran dana bantuan terapan dalam mendayagunakan sumber daya karyawan secara proferional. Dengan demikian tujuan koperasi untuk memberikan kesejahteraan kepada anggota , karyawan, dan masyarakat dapat terwujud.
            Pengelolaan sumber daya karyawan koperasi yang profesional dapat tercipta melalui perencanaan kebutuhan tenaga kerja yang tepat, perencanaan dan pengembangan karier karyawan, system pemberian upah/gaji yang adil dan layak, program kesejahteraan karyawan yang memadai, pelaksanaan motivasi dan integrasi kerja, komunikasi kerja yang efektif antara pengurus, manajer, dan karyawan, adanya pedoman disiplin dan sanksi kerja, serta penilaian prestasi kerja secara berkala yang kontinu.
PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA KOPERASI  
            Perencanaan kebutuhan tenaga kerja atau perencanaan sumber daya manusia (karyawan) merupakan suatu proses menentukan tenaga kerja (karyawan) koperasi berdasarkan peramalan, pengembangan, pengimplestasian, dan pengendalian kebutuhan tersebut yang berintegrasi dengan rencana organisasi koperasi guna terciptanya jumlah karyawan yang tepat, penetapan kerja ang sesuai dengan potensi karyawan, dan pendayagunaan secara manusiawi.
            Pengurus koperasi selaku perencana kebutuhan tenaga kerja (karyawan) harus mampu menditeksi, memproyeksikan, dan meramalkan kondisi tenaga kerja (karyawan) pada saat ini dan kondisi organisasi kopersi minimal pada 5 tahun mendatang.
            Perencanaan tenaga kerja koperasi ditunjukan untuk memenuhi 3 (tiga) kepentingan, yaitu kepentingan individu karyawan, kepentingan organisasi koperasi, dan kepentingan nasional. Oleh karena itu, dalam menentukan kebutuhan tenaga kerja koperasi perlu memperhitungkan 5 komponen, yaitu : pertama, tujuan perencanaan tenaga kerja yang mencakup tiga kepentingan tersebut. Kedua, perencanaan koperasi yang meliputi peramalan bisnis, perluasan dan pemgembangan unit usaha, rancangan dan kemungkinan perubahan stuktur organisasi, falsafah manajemen koperasi, dan peranan pemerintah dalam menetukan harga, pajak, serta bahan baku. Ketiga, pengauditan sumber daya karyawan yang meliputi aspek kualitas kekuatan tenaga kerja, skill karyawan, turnover kerja, dan mutasi jabatan . Keempat, peramalan sumber daya karyawan dengan memperhitungkan pengaruh perubahan penggunaan teknologi moderen, kondisi permintaan dan penawaran tenaga kerja, dan Kelima, system perncanaan karier di koperasi.
            Adapun langkah yang perlu dilakukan dalam perencanaan tenaga kerja koperasi adalah menyusun anggaran tenaga kerja (manpower budgeting) dan menyusun program kerja (manpower programming). 
PENGEMBANGAN KARIER KARYAWAN KOPERASI
            Pengembangan karier karyawan merupakan suatu kualitas kepegawaian yang membantu karyawan merencanakan karier masa depan mereka agar mampu mengembangkan diri (prestasi) secara maksimum.
            Tujuan pengembangan karier antara lain membantu pencapaian tujuan individu karyawan dan organisasi koperasi, menunjukan adanya kesejahteraan karyawan, menyadarkan karyawan untuk memahami dan merealisasikan kemampuan potensinya, memperkuat hubungan karyawan dengan pengurus, manajer, dan anggota koperasi, penciptaan iklim kerja yang hangat, mengurangi turnover kerja, mengurangi profesi dan manajerial.
            Pengembangan karier karyawan koperasi dapat dilakukan melaluli 3 (tiga) cara, yaitu pendidikan karier, penyediaan informasi kerja yang memadai, dan pelaksanaan konseling kerja.
            Efektivitas pelaksanaan pengembangan karier karyawan koperasi dapat ditunjukan melalui 4 (empat) karakteristik, yaitu pencapaian prestasi yang berhubungan dengan kariernya ( career performance), sikap karyawan terhadap kariernya ( career adaptability), dan konsistensi karyawan terhadap kariernya ( career identity).
            Pengembangan karier karyawan koperasi dilakukan melalui 4 (empat) proses sosialisasi, yaitu:Pertama, sosialisasi persiapan yang efektif mencakup program penarikan karyawan, seleksi, dan penempatan kerja karyawan. Kedua, kerja, program pelatihan, evaluasi hasil kerja. Ketiga, sosialisasi peran pengurus yang efektif mencakup pengendalian konflik kerja, dan kominikasi kerja yang efektif, Keempat, sosialisasi strategi integrasi mencakup kesesuaian pemenuhan kebutuhan karyawan dengan kepentingan organisasi koperasi.

SISTEM PEMBERIAN UPAG/GAJI KARYAWAN KOPERASI
            Dalam manajemen kepegawaian dan sumberdaya manusia, maslah upah/gaji merupakan faktor pertama dan utama. Hal ini karena tingkat u[ah/gaji dapat dikadikan gambaran bagi status sosial karyawan dan perlengkapan organisasi koperasi.
            Di samping itu ula tingkat upah/gaji karyawan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan standar biaya hidup mereka
            Upah/gaji merupakan balas jasa yang di berikan kepada karyawan yang besarnya sesuai dengan perjanjian kerja atau ketentuan yang berlaku di organisasi koperasi yang bersangakutan. Di koperasi, kebijakan upah/gaji karyawan ditentukan oleh pengurus koperasi dan disyahkan dalam Rapat anggota.
            Kebijakan dalam menentukan upah/gaji karyawan koperasi secara teoritis perlu didasarkan pada tingkat pendidikan, masa kerja, jabatan, dan prestasi kerja karyawan. Walaupun perlu mempertimbangkan kondisi dan kemampuan membayardari koperasinya. Faktor lain yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan tingkat upah/gaji karyawan adalah kebijakan pemerintah tentang ketentuan upah/gaji minimum, kondisi permintaan dan penawaran tenaga kerja di lingkungan koperasi.
            Sistem pemberian upah/gaji karyawan koperasi harus memperhatikan prinsip adil dan layak, perhitungannya mudah di pahami oleh karyawan, dan besarnya dapat memotivasi karyawan untuk bekerja produktif.
PRGRAM KESEJAHTERAAN KARYAWAN KOPERASI
            Program kesejahteraan karyawan merupakan suatu program pelayanan yang diberikan pengurus kepada karwayan, baik dalam bentuk materi (benefit) maupun non materi ( servis) dengantujuan agar karyawan bekerja produktif dan semangat kerjanya tinggi.
            Ada 2 (dua) bentik program kesejahteraan karyawan koperasi, yaitu: Pertama, bentuk materi (benefit) mencakup pesangon atau pemberian dana pensium, asuransi jiwa, tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, sisa hasil usaha (SHU), tunjangan transportasi, tunjangan kematian, beasiswa. Kedua, bentuk non materi (services) maencakup pelayanan rekreasi, perberian saran olah raga, dan kesegaran jasmani, took kopersi, kantin, rumah sakit milik koperasi (bali pengobatan karyawan koperasi), perumahan.
            Program kesejahteraan karyawan koperasi perlu memprahatikan antara lain: menentukan prioritas bentukkesejahteraan yang sesuai dengan kondisi koperasi, kesejahteraan yang diberikan kepada karyawan harus terarah untuk menanamkan rasa memiliki (self of belongingnees) karyawan terhadap koperasinya.
MOTIVASI DAN INTEGRASI KERJA KOPERASI 
            Motivasi merupakan kondisi yang mengerakan karyawan untuk mencapai motifnya. Motif adalah suatu dorongan kebutuhan yang ada dalam diri karyawan yang perlu dipengaruhi agar karyawan tersebut mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan kerja koperasinya. Memotivasi kerja berarti upaya pengurus koperasi dalam mengkondisikan kebutuhan karyawan, dengan cara membangkitkan semangat kerja, mengarahkan prilaku karyawan untuk mencapai tujuan kiperasi.
            Prinsip motivasikoperasi dan integrasi kerja koperasi harus mempunyai hubungan yang berinterelasi. Artinya integrasi kerja koperasi harus memperhatikan prinsip-prinsip motivasi. Begitu pula memotivasi kerja karyawan koperasi sangat di pengaruhi pelaksanaan integrasi kerja koperasi tersebut.
            Integrasi kerja merupakan kemampuan pengurus mempersatukan (memadukan) antara kebutuhan karyawan dengan kepentingan organisasi koperasi. Penciptaan integrasi yang harmonis akan memotivasi karyawan bekerja produktif, karena karyawan merasa kebutuhannya diperhatikan dan dipenuhi oleh pengurus    koperasi.
            Karakteristik integrasi kerja koperasi yang harmonis adalah rendahnya tingkat absensi, turnover kerja rendah, hubungan dan komunikasi kerja efektif, dan produktifitas kerja tinggi.
            Teori-teori kerja yang dapat ditetapkan di koperasi antara lainteori kebutuhan dari Abrahan H. Maslow, teori dua faktor dari frederick Herzberg, teori ERG dari Aldefer, dan teori dari lapangan dari kurt Lewin.
            Aplikasi dari teori-teori di atas, memberikan arah petunjuk bahwa pengurus sebagai motivator perlu memahamikebutukan karyawan yang mencakup kebutuhan upah/gaji yang adil dan layak, rasa aman dalam bekerja, penerimaan karyawan secara utuh bagian dari organisasi koperasi, penghargaan atas prestasi kerja, kesempatan mengemukakan pendapat, dan berkarier di koperasi.
KOMUNIKASI KERJA KOPERASI
            Komnikasi kerja merupakan suatu proses penyampaian pesan atu informasi yang berhubungan dengan aktivitas kerja dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan komunikan mampu menginterprestasikan sesuai dengan maksud kominikator. Jadi komunikator adlah penyampaian pesan/informasi yang berhubungan dengan aktifitas kerja, sedangkan komunikan adalah penrima pesan.
            Di koperasi, pada umunya pengurus bertindak sebagai komunikator dan kayrawan sebagai komunikan. Oleh karena itu komunikan kerja di koperasi perlu memperhatikan 6 (enam) tahap proses komunikasi, yaitu: Pertama, tahap pengembangan ide. Tahap ini merupakan taham penentu yang sangat mempengaruhi pada tahap-tahap selanjutnya. Kedua, taham encode yang merupakan tahap pemrosesan kata-kata, simbol-simbol yang di organisasi kedalam bentuk yang sesuai dengan apa yang dimaksudoleh komunikator. Ketiga, tahap transmit merupakan tahap pengiriman pesan yang menggunakan saluran komunikasi yang dapat di terima leh komunikan. Keempat, tahp receive merupakan tahap penerimaan pesan oleh kominikator. Penerima pesan akan baik apabila alat indra komunikasi berfungsi dengan baik. Kelima, tahap decode merupakan tahap peasn diterima dapat dimengerti secara jelas oleh komunikan. Keenam, tahap use merupakan tahap akhir proses komunikasi, yaitu tahap dimana komunikan mampu menggunakan pesan sesuai dengan maksud komunikator.
            Ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi komunikasi kerja, yaitu : Pertama, keterampilan komunikator dalam menyampaikan pesan dan keterampilan komunikan dalam menerima pesan. Kedua, sikap komunikator dan komunikan. Ketiga, pengetahuan komunikator dan komunikan. Keempat, media atau saluran komunikasi yang digunakan.
            Ada 3 (tiga) rintangan dalam komunikasi kerja di koperasi, yaitu: Pertama, rintangan pribadi adalah adanya hambatan pribadi yang disebabkan karena emosi yang tidak stabil, alat indra terganggu, dankebiasaan norma budaya yang dipakai. Kedua, rintangan fisik seperti pengguna alat komunikasi pengeras suara, telepon, SSB. Ketiga, rintangan bahasa adalah kesalahan dalam menginterprestasikan istilah kata yang di gunakan.
            Ada 2(dua) saluran komunikasi kerja, yaitu saluran informasi komunikasi arah ke atas yang merupakan yang merupakan komunikasi bawahan (karyawan) kepada atasan (pengurus) dapat dilakukan melalui konsultasi tatap  mukayang berhubungan dengan tigas pekerjaan. Saluran komunikasi arah bawah yang dugunakan pengurus kepada karyawan melalui bulletin dinding, majalah yang di terbitkan koperasi yang bersangkutan, buku pedoman kerja, rak informasi kerja, pertemuan dengan karyawan, dan media informasi kerja lainnya.
PEDOMAN DISIPLIN DAN SANSI KERJA KARYAWAN KOPERASI
            Disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, kepatuhan dan ketaatn terhadap peraturan yang berlaku di koperasi, baik itu tertulis maupun tidak tertulis       dan apabila melanggar diberikan sanksi sesuai yang telah ditentukan oleh koperasi yang bersangkutan.
            Ada 2 (dua) bentuk disiplin kerja, yaitu : Pertama, disiplin preventif yang merupakan suatu upaya pengurus menggerakan karyawan untuk mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, dan peraturan-peraturan kerja yang telah ditentukan pengurus dan disyahkan dalam Rapat anggota. Kedua, disiplin korektif merupakan upaya pengurusdalam memberikan pelajaran kepada karyawan yang melanggar disiplin kerja yang bersangkutan kembali mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan.
            Ada 3 (tiga) pendekatan disiplin kerja, yaitu pendekatan disiplin moderen, pendekatan disiplin tradisional,dan pendekatan disiplin tujuan. Di koperasi disarankan untuk menggunakan pendekatan disiplin tujuan. Hal ini tujuan berasumsi bahwa disiplin harus dapat diterima dan dipahami oleh semua karyawan, disiplin bukan merupakan suatu hukuman tetapi merupakan pembentukan prilaku, disiplin ditunjukan untuk perubahan prilaku yang positif (pembinaan pribadi, moral kerja karyawan).
            Ada 3 (tiga) klasifikasi pemberian sanksi kerja, yaitu: Pertama, sanksi disiplin ringan yang meliputi teguran lisan, tertulis, dan pernyataan tidak puas. Kedua, sanksi disiplin sedang yang meliputi penundaan pemberian upah/gaji, penundaan kenaikan upah/gaji dan penundaan promosi jabatan. Ketiga, sanksi disiplin berat yang meliputi demisi jabatan, skorsing (megistirahatkan karyawan beberapa waktu di rumah), pemutusan hubungan kerja dengan hormat, dan pemutusan hubungan kerja dengan tidak hormat.
            Ada 2 (dua) prinsip dalam pemberian sanksi, yaitu pemberian sansi itu harus konsisten danimpersonal. Artinya pemberian sanksi harus dilakukan secara tetep dengan tidak mendeskriminasikan karyawan.




DAFTAR PUSTAKA
Andrew E. Sikula, (1982), personel Administration and human Resouces Manajement, New york: john Wlles &       son, inc.
Andrew J. Durbin, (1984), personel Administration and human Resouces Manajement. California: Kent Published Company.
Dale Yoder, (1981), Personel management and industrial Relation New Delhi: Prentice-hall of  india
Edwin B. Flippo, (1982), Principles of personnel Management. Tokyo :McGraw Hill Kogakusha, Ltd.
George S. Odiorne, (1982), personnel and Human Resources management. New york: Don jones Ltd.
Leon C. Megginson, (1992), personnel Management : A R. Wayne Mondy and Robrt M. Noe, (1990), Human Resources Management
(Forth edition). London : Allyn and Bacon.

Review III - KOPERASI DAN KORPORASI AGRIBISNIS



KOPERASI DAN KORPORASI PETANI:
KUNCI PEMBUKA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
BERDAYA SAING, BERKERAKYATAN, DAN
BERKEADILAN
Rudi Wibowo1


KOPERASI DAN KORPORASI AGRIBISNIS
Institutional building sebagai prasyarat keharusan dalam pengembangan agribisnisyang bagian terbesar pelakunya petani “kecil dan gurem” adalah bangun koperasi dankorporasi agribisnis. Secara substansial, upaya kelembagaan tersebut pada dasarnya dapatdipandang sebagai langkah menuju rekonstruksi ulang dalam penguasaan dan aksessumberdaya produktif di bidang pertanian, terutama berkaitan dengan pengembanganagribisnis. Koperasi lebih merupakan soft-step reconstruction, sementara korporasi lebihmerupakan rekonstruksi yang lebih “radikal”, atau hard-step reconstruction.Bangun kelembagaan koperasi dipandang salah satu sosok yang tepat, mengingat entitas tersebut berciri sebagai asosiasi (perkumpulan orang/petani), badan usaha dan jugasebagai suatu gerakan (untuk melawan penindasan ekonomi dan ketidakadilan sistem pasar).Sejarah koperasi di Indonesia memang penuh dengan romantika sebagai akibat “terlampaukuatnya” dukungan pemerintah dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga dalambanyak hal menjadikan sosok koperasi di Indonesia sempat “kehilangan” jati dirinya. Dikalangan masyarakat sendiri, masih beragam pendapat tentang eksistensi koperasi dalamsistem ekonomi Indonesia saat ini. Sebagian apatis, sehingga memerlukan pengkajian ulangmengenai eksistensi koperasi dalam sistem ekonomi Indonesia. Sebagian lain memandangkoperasi sebagai entitas yang perlu dikembangkan, walaupun seadanya saja. Sementara itu,berbagai pendapat lain merasa penting untuk mengembangkan koperasi sebagai sosokkelembagaan ekonomi yang kokoh bagi pemberdayaan masyarakat8. Pendapat terakhir iniArief, Sritua., 1997. Pembangunan dan Ekonomi Indonesia: Pemberdayaan Rakyat dalam ArusGlobalisasi. CPSM, Bandung.meyakini bahwa koperasi sebagai upaya kelembagaan dapat merupakan instrumen bagiupaya restrukturisasi ekonomi pertanian, untuk mewujudkan keseimbangan dalampenguasaan sumber-sumber ekonomi pertanian. Ada dua argumen yang melandasi pendapatini, yaitu (a) secara kolektif, koperasi dapat menghimpun para pelaku ekonomi pertaniandalam menjual produk-produk yang dihasilkannya dengan posisi tawar yang baik, dan (b)koperasi secara organisasi dapat menjadi wadah yang bertanggungjawab bagi kebutuhanpengadaan saprotan maupun kebutuhan lain secara bertanggungjawab pula.Walaupun demikian, ke depan, usaha-usaha untuk mengatasi berbagai masalah yangdihadapi bagi pengembangan agribisnis di perdesaan tahap awal tetap masih membutuhkan“ulur tangan” (kebijakan pemihakan) pemerintah secara langsung, akan tetapi denganpengertian bentuk “ulur tangan” pemerintah tersebut harus ditempatkan dalam upayapengembangan iklim berusaha yang sesuai. Misalnya, pengembangan program dan metodapenyuluhan pertanian yang diarahkan kepada upaya pengembangan orientasi dankemampuan kewirausahaan, yang lebih mencakup substansi manajemen usaha danpenyesuaian terhadap materi-materi di bidang produksi dan pemasaran. Dalam hubungan inimaka pola magang dan sistem pencangkokan manajer dapat menjadi alternatif yangdipertimbangkan.Masalah kelangkaan kapital yang seringkali menjadi kendala pengembanganagribisnis memerlukan kebijakan secara lebih hati-hati. Pemberian kredit yang murahseringkali justru dapat berakibat buruk bagi perkembangan kegiatan usaha dalam jangkapanjang, jika tidak diikuti dengan upaya-upaya pengendalian yang baik. Alternatif yangdinilai lebih sesuai adalah dengan mengembangkan koperasi agribisnis yang menyediakanfasilitas kredit yang mudah, yaitu kredit yang memiliki kemudahan dalam perolehannya,kesesuaian dalam jumlah, waktu serta metode peminjaman dan pengembaliannya.Disamping itu pemberian kredit tersebut perlu di atur sedemikian sehingga kemungkinan reinvestasidan keberhasilan usaha dapat lebih terjamin. Dalam hal ini bentuk supervisedcredit dapat menjadi alternatif model pemberian kredit. Banyak contoh sukses koperasikredit di bidang agribisnis yang kuat dan besar, seperti Credit Agricole di Perancis,Rabobank di Belanda, dan lain-lain.Pengembangan agribisnis dengan agro-industri perdesaan juga perlu didukung olehkelembagaan yang sesuai, mengingat kerakteristiknya yang sangat beragam. Dalamkelembagaan usaha tersebut misalnya, perlu dikaji kombinasi optimal dari penguasaan danpemanfaatan skala usaha dengan efisiensi unit usaha, sesuai dengan sifat kegiatan yangdilakukan. Salah satu contoh, jika kegiatan agroindustri memang akan lebih efisien apabiladilakukan dalam skala yang relatif kecil, maka pengembangan kegiatan usaha individualperlu didorong. Akan tetapi untuk kegiatan pengangkutan yang memerlukan skala kegiatanyang lebih besar, perlu dipertimbangkan suatu unit kegiatan yang sesuai pula. Dengandemikian, dimungkinkan terjadinya kondisi dimana kegiatan agroindustri dilakukan secaraindividual (tidak harus dipaksakan berada dalam unit kegiatan koperasi misalnya), tetapipara agroindustriawan tersebut bersama-sama membentuk koperasi, atau unit usaha koperasidalam bidang pengangkutan. Hal-hal semacam memerlukan penelaahan lebih lanjut secaramendalam, dikaitkan dengan sosok spesifik unit usaha yang dikembangkan dalam koperasiagribisnis tersebut.Oleh karena itu, dalam operasionalisasi pengembangan agribisnis/agroindustri ditingkat lokalita (kawasan perdesaan) akan dijumpai pula kondisi yang sangat beragam baik dari segi agroekosistem, sarana dan prasarana maupun kondisi sosial budayanya.Keragaman-keragaman tersebut jelas menghendaki rancang bangun kelembagaan yangmampu mengoptimalisasikan kinerja manajemen maupun teknologi. Dalam hal ini, beberapacontoh berkembangnya model-model kelembagaan agribisnis seperti SPAKU, KUBA, Desa Cerdas Teknologi, ULP2, Gerakan Kemitraan, Inkubator, Klinik Tani/Agribisnis, AsosiasiasosiasiPetani, pemanfaatan tenaga-tenaga perekayasa profesional yang berfungsi sebagaikonsultan dan nara sumber, harus dipandang sebagai langkah esensial untukmengakumulasikan modal sosial (social capital) yang harus terus-menerus didorong sebagaiembrio dalam mewujudkan institutional building yang akan memperkokoh posisi tawarpetani dalam agribisnis.Dalam pada itu, korporasi petani dalam bidang agribisnis telah menjadi wacana dandiskusi publik sebagai suatu institutional building. Pesan yang lebih menonjol adalah padalingkungan petani perkebunan (khususnya tebu-gula di BUMN perkebunan) di Jawa Timur.Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: Apakah pola BUMN perkebunan seyogyanyadiprivatisasi menjadi swasta murni seperti kecenderungan yang ada, ataukahmengembangkan alternatif berupa korporasi masyarakat (petani) sebagai pemilik utamaperkebunan tersebut? Banyak argumen yang membimbing kecenderungan rekonstruksiagribisnis tebu-gula tersebut, antara lain (a) besarnya biaya produksi kebun tebu, 60-70persen, (b) memudarnya persenyawaan kepentingan antara subyek petani/rakyat,pemerintah/principal dan manajemen BUMN, (c) lemahnya reinvestasi baru yang dilakukanBUMN, (d) institusi korporasi dianggap paling tepat dalam penyelesaian asymetric poweryang selama ini terjadi, (e) the best product hanya akan dihasilkan oleh the best community,(f) rigiditas pabrik dan fleksibilitas pilihan pemanfaatan lahan petani9.Korporasi masyarakat (petani agribisnis) pada dasarnya adalah perusahaan yangdimiliki oleh masyarakat (petani agribisnis). Korporasi masyarakat pada dasarnya akanmenjadi kuat manakala memanfaatkan segenap social capital yang ada pada masyarakattersebut. Contoh yang dikemukakan adalah pelajaran dari pengalaman empirik perusahaanAmerican Crystal Sugar Company (ACSC) yang dibeli oleh 1300 petani pada tahun 1973melalui NYSE senilai US$ 86 juta. Sejak saat itu, ACSC berkembang pesat, baik dalamareal, produksi, rendemen, kepemilikan petani, dan joint ventures10. Demikian pula,pelajaran yang dikembangkan di Malaysia dalam merestrukturisasi kepemilikan sahammelalui skema Amanah Saham Nasional tampaknya dapat menjadi bahan pengkajian11.
9 Agus Pakpahan, 2004. Op cit. halaman 115
10 Agus Pakpahan, 2004. Op cit. halaman 116.
11 Arief, Sritua, 1997. Op cit. Halaman 208.
Mengembangkan kelembagaan-kelembagaan di atas sebagai landasan gerakpengembangan agribisnis bagi para petani di perdesaan bukanlah merupakan hal yang mudahdan sederhana. Dibutuhkan dukungan kebijakan pemihakan yang lebih kuat, tidak cenderungberorientasi kepada yang kuat, tetapi lebih kepada yang lemah dan yang kurang berdaya (theunder privileged). Kebijakan yang bersifat “netral” saja tidak cukup dalam pembangunanpertanian dan agribisnis, karena dibutuhkan pemahaman dan kepedulian akan masalah yangdihadapi oleh rakyat (petani) yang merupakan bagian terbesar di lapisan bawah. Untuk itu,pemerintahan memang harus mampu mengatasi hambatan psikologis, karena seringkalibirokrasi strata atas di banyak negara berkembang seperti Indonesia umumnya merupakankelompok elit suatu bangsa, yang tidak selalu tanggap dan mudah menyesuaikan diri ataumengasosiasikan diri dengan rakyat yang miskin dan terbelakang.



PENUTUP

Tulisan sederhana ini berusaha memperoleh “kejernihan” pemahaman pembangunanpertanian berwawasan agribisnis di Indonesia. Pelaku ekonomi pertanian sekaligus investorutamanya adalah berjuta petani sebagai “pengusaha” agribisnis berskala mikro dan kecil yang merupakan basis ekonomi kerakyatan, penopang ekonomi perdesaan dan sumberpenghasilan bagi sebagian besar masyarakat perdesaan. Sosok pertanian tersebut, --walaupunsangat potensial--, akan tetapi dihadapkan pada berbagai “tekanan” baik secara internaldomestikmaupun eksternal-globalisasi. Kedua realitas “tekanan” tersebut secara konsistentelah, sedang, dan akan terus meningkatkan “kegelisahan dan keprihatinan” petani danpertanian kita. Manakala tanpa upaya-upaya mendasar, pertanian dan agribisnis hanyalah akan menjadi “mimpi buruk” bagi bangsa ini.Salah satu upaya mendasar untuk menghindari “mimpi buruk” pembangunanpertanian dan agribisnis yang dikemukakan adalah mengembangkan upaya kelembagaan(institutional building). Institusi atau kelembagaan adalah suatu rules yang merupakanproduk dari nilai, yang diharapkan terus berevolusi dan menjadi bagian dari budaya(culture). Hal itu merupakan prasyarat keharusan (necessary condition) untuk menjadi“kunci pembuka” pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan danberkeadilan. Secara operasional, sosok koperasi agribisnis dan korporasi (masyarakat)agribisnis dipandang sebagai bangun kelembagaan yang mampu berperan dalammewujudkan pembangunan pertanian sebagaimana yang di-visi-kan.Mewujudkan upaya di atas tidaklah mudah dan sederhana. Karakteristik, keunikandan keragaman yang tinggi pada berbagai kegiatan agribisnis di satu pihak, serta dinamikapermintaan dan konsumsi yang sangat tinggi memerlukan manajemen pengelolaan yangterintegrasi sebagai suatu syarat kecukupan (sufficient condition).Diyakini, kunci utama untuk dapat memanfaatkan segenap social capital yang adapada masyarakat adalah terletak pada kualitas sumberdaya manusia. Dalam hal ini yangterpenting adalah bagaimana membangun SDM yang ada (dengan latar belakang dankualitas yang berbeda-beda) menjadi suatu team work yang harmonis. Banyak persoalaninefisiensi kelembagaan yang disebabkan oleh ketidak-harmonisan SDM yang terlibat didalamnya.






Referensi Kepustakaan
Anonim, 2002. Pembangunan Sistem Agribisnis Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional,
Departemen Pertanian, Jakarta.
_______, 2003. Ekonomi Kerakyatan Dalam Kancah Globalisasi. Kantor Kementerian
Koperasi Usaha Kecil dan Menengah.
Arief, Sritua., 1997. Pembangunan dan Ekonomi Indonesia: Pemberdayaan Rakyat
dalam Arus Globalisasi. CPSM, Bandung.
Arifin, B. 2004. Menterjemahkan Keberpihakan Terhadap Sektor Pertanian: Suatu
Telaah Ekonomi Politik. Dalam: Rudi Wibowo dkk (Ed)., Rekonstruksi dan
Restrukturisasi Pertanian. PERHEPI, Jakarta 2004.
Baharsjah, S. 1996. Kemitraan Dalam Pembangunan Nasional Memasuki Abad 21 :
Peningkatan Ekonomi Pertanian. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional
Cendekiawan Indonesia Ke III. Jakarta, 27-28 Agustus 1996
Chairil Anwar Rasahan dan Rudi Wibowo, 1996. Pemantapan Kebijakan Pemba-ngunan
Pertanian Yang Mendukung Meningkatnya Kemandirian dan Daya Saing
Pertanian. Kertas Makalah pada Konpernas Perhepi XII. Denpasar 7-9 Agustus
1996.
Departemen Pertanian, 2002. Penjabaran Program dan Kegiatan Pembangunan
Pertanian 2001-2004. Departemen Pertanian, Jakarta.
Korten, David C., 1980, Community Organization and Rural Development : A Learning
Process Approach, dalam Public Administration Review, No.40 tahun 1980
Krisnamurthi, B., 2003. Analisis Grand Strategy Pembangunan Pertanian:
Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis dan Implementasi Pembangunan
Pertanian. Makalah, disampaikan pada Lokakarya Penyusunan Evaluasi Kinerja
Pembangunan Pertanian. Jakarta, 10-11 Desember 2003.
Menteri Pertanian RI., 2000. Memposisikan Pertanian Sebagai Poros Penggerak
Perekonomian Nasional. Departemen Pertanian, Januari 2000.
Pakpahan., 2004. Petani Menggugat. Max Havelaar Indonesia dan GAPPERINDO,
Jakarta.
Rudi Wibowo., 1999. Refleksi Teori Ekonomi Klasik Dalam Manajemen Pemanfaatan
Sumberdaya Pertanian Pada Milenium Ke Tiga. Dalam Refleksi Pertanian
Tanaman pangan dan Hortikultura. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
__________., 2001. Mewujudkan Visi Agribisnis Berdaya Saing Melalui
Pembangunan Wilayah Yang Selaras Dengan Alam. Orasi Ilmiah Guru Besar
Ekonomi Pertanian Universitas Jember. Jember, 12 Nopember 2001.
14
___________. 1999. Etika Pembangunan Sumberdaya Pertanian Menuju
Pembangunan Berkelanjutan. Dalam Rudi Wibowo (ed). 1999. Refleksi
Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Nusantara. Penerbit Sinar
Harapan, 1999.
___________, 2000. Perspektif Manajemen Pembangunan Pertanian Indonesia. Jurnal
Agribisnis Volume IV Nomor 1. Januari-Juni 2000. JUBC, Pusat Bisnis Universitas
Jember.
___________, Bayu Krisnamurthi dan Bustanul Arifin., (ed). 2004. Rekonstruksi dan
Restrukturisasi Pertanian. Beberapa Pandangan Kritis Menyongsong Masa Depan.
PERHEPI, Jakarta.
Saragih, B. (2000). Karakteristik Agribisnis dan Implikasinya Bagi Manajemen
Agribisnis (Agribusiness Characteristics and its Implication to Agribusiness
Management). Jurnal Agribisnis Volume IV Nomor 1. Januari-Juni 2000. JUBC,
Pusat Bisnis Universitas Jember.
Soetrisno, N., 2003. Menuju Pembangunan Ekonomi Berkeadilan Sosial. STEKPI,
Jakarta.
___________, 2003a. Kewirausahaan Dalam Pengembangan UKM di Indonesia. Dalam:
Ekonomi Kerakyatan Dalam Kancah Globalisasi. Kantor Kementerian Koperasi
Usaha Kecil dan Menengah.
___________, 2001. Rekonstruksi Pemahaman Koperasi. Merajut Kekuatan Ekonomi
Rakyat. INTRANS, Jakarta.